- aksi buruh
- aksi di bekasi
- ptp fpbi pt. supra visual advertensi
- ptp fpbi pt. global dimensi metalindo
aksi di bekasi
Jum'at 1 Oktober 2013 FPBI berdemo menuntut Kenaikan UMP dan Penghapusan Outsourcing dan mencopot Kapolres Bekasi.More
PIMPINAN TINGKAT PERUSAHAAN PT. SUPRA VISUAL ADVERTENSI
BURUH BERKUASA, RAKYAT SEJAHTERA!More
GLOBAL DIMENSI METALINDO
PTP FPBI PT.GLOBAL DIMENSI METALINDOMore
Minggu, 03 Mei 2015
PERNYATAAN SIKAP POLITIK FPBI PADA MAYDAY 2015
Persatuan Buruh Indonesia Bersama Massa Rakyat
Membangun Alat Politik Melawan Pasar Bebas
Dampak dari krisis ekonomi
global masih menjadi faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi dan melahirkan
kesenjangan sosial. Krisis ekonomi global tidak lain adalah krisis kapitalisme.
Filosofi dari kapitalisme adalah kebebasan dan
persaingan. Dasar filosofi tersebutlah yang mengerakan praktik monopoli.
Persaingan untuk memonopoli, kemudian
didalamnya memunculkan kontadiksi-kontradiksi yang tidak
bisa dihindari, sehingga kapitalis saling berlomba dalam mengakumulasikan modal
sebanyak-banyaknya. Akibat perlombaan tersebut, rakyat semakin tereksploitasi
dan menderita, akhirnya pada titik tertentu daya beli masyarakat menurun dan
industri mengalami over produksi.
Namun praktik penyelamatan krisis kapitalisme oleh
pemerintahan borjuasi dengan melakukan, pertama, meminta bantuan (utang)
kepada lembaga keuangan internasional seperti IMF dan World Bank. Kedua,
memberikan dana stimulus atau dana talangan kepada industri ataupun perbankan
yang bangkrut. Ketiga, pemerintah borjuasi melakukan pengetatan-pengetan
anggaran sebagai langkah penghematan anggaran. Dari langkah penyelamatan krisis
tersebut telah mengorbankan kehidupan rakyat –artinya, rakyatlah yang
menanggung penderitaannya dari langkah-langkah penyelamatan krisis kapitalisme tersebut.
Krisis Ekonomi
dan Jalan Penindasan Kapitalisme
Skema lain dalam penyelesaian krisis kapitalisme yakni
dengan modus ekspansi modal ke daerah yang memiliki sumber daya alam berlimpah,
termasuk Indonesia. Situasi krisis kapitalisme inilah yang kemudian mendorong
penindasan yang berujung pada pemassifan agenda liberalisasi melalui
pembentukan pasar bebas yang diwujudkan dalam regionalisme kawasan dan
pembangunan konektivitas kawasan. Regionalisme ini tidak lain adalah
globalisasi dalam prinsip ekonomi kapitalisme. Hal ini sebagai salah satu
strategi bagi perusahaan multinasional dan lembaga-lembaga keuangan
internasional mencari cara agar dominasi dan kekuasaan terus berlanjut.
Pasar tenaga kerja di ASEAN akan ditentukan
berdasarkan kebutuhan industri sesuai dengan spesialisasi yang dimiliki. Dan
masing-masing negara ASEAN dikenal memiliki tenaga kerja dengan keahlian
tertentu, misalnya saja beberapa Negara yang mayoritas dari sektor tenaga
kerjanya telah melakukan spesialisasi tertentu, yakni seperti India yang
menjadi sasaran perusahaan-perusahan IT, Thailand untuk perusahaan Automotif
dan elektronik, Taiwan dan Malaysia untuk perusahaan elektronik, atau Singapura
untuk perusahan bisnis yang memerlukan tenaga professional, atau Indonesia
dikenal sebagai pemasok tenaga perawat cukup baik dikawasan ASEAN.
Oleh karena itu, liberalisasi tenaga kerja ASEAN
sangat dibutuhkan oleh para kapitalis untuk menopang rantai produksi, dimana
yang sebelumnya korporasi kesulitan untuk mencari tenaga kerja sesuai dengan
keahlian yang dibutuhkan, namun dengan arus bebas tenaga kerja korporasi akan
dengan mudah mendatangkan tenaga kerja dari negara lain yang memiliki keahlian
tertentu. Dan buruh lah yang paling dirugikan dalam mekanisme pasar bebas ini.
Deregulasi Pro
Kapitalis
Dengan jumlah penduduk mencapai 240 juta, Indonesia
tetap menjadi pasar menarik bagi investor. Pemerintah
memberikan kemudahan-kemudahan berupa insentif bagi investor, yaitu diantaranya
dengan memberlakukan hilirisasi industri pertambangan, pemberian bebas pajak serta
rencana untuk merevisi daftar negatif investasi (DNI). Percepatan investasi
juga dilakukan melalui penyederhanaan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan
terpadu satu pintu (PTSP) dan menyederhanakan jenis-jenis perizinan investasi. Maka, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tidak memberikan keuntungan
apa-apa bagi rakyat justru sebaliknya akan mendatangkan kerugian, karena rakyat dari
masing-masing Negara akan semakin bersaing merebut pekerjaan yang terbatas
untuk bisa bertahan hidup. Dan hal ini sudah pasti hanya akan mendatangkan
keuntungan bagi kaum berpunya (para pemodal/ investor).
Sementara
itu, DPR telah menyetujui 159 RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) tahun 2015-2019. Dari jumlah itu, juga disepakati terdapat 37 RUU
yang menjadi Prolegnas tahun 2015. Diantaranya adalah RUU tentang Peubahan Atas
UU.No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, RUU
tentang Perubahan atas UU.No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, RUU tentang perubahan atas UU. N0. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi. Deregulasi tersebut, tentu sarat kepentingan para elit dan pengusaha.
Dimana perundang-undangan dibuat untuk memassifkan liberalisasi pasar bebas.
Deregilasi ini juga akan menghilangkan peran dan tanggung jawab negara, karena
semua diserahkan kepada mekanisme pasar.
Kebijakan politik liberal lainya adalah penghapusan
bertahap subsidi rakyat, sehingga harga BBM, listrik,
gas elpiji, tiket kereta api, kesehatan, pendidikan, beras dan komoditas
pertanian lainnya mengalami kenaikan. Dengan kata lain,
“subsidi
untuk rakyat kecil diperkecil, tapi konglomerat diberikan kemudahan fasiltas
penanaman modal yang besar.” Sehingga
kenaikan upah per Januari 2015 tidak ada gunanya, kareana riil upah
buruh mengalami penurunan sebesar 3,23 persen sehingga melemahkan daya beli.
Ancaman Terhadap Buruh
Dengan kebebasan pasar tenaga kerja, maka Indonesia
akan berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan, karena
hilangnya peran negara untuk memastikan penyerapan tenaga kerja. Data BPS
menyebutkan, tenaga kerja Indonesia lebih banyak didominasi oleh mereka yang
berlatarbelakangpendidikan belum tamat SD atau SD dan SMP sebanyak 77,8 juta
orang. Jumlah angkatan kerja yang berlatar belakang SMA dan pendidikan tinggi
hanya sebanyak 40,2 juta orang.
Arus bebas tenaga kerja juga memberikan dampak
terhadap persoalan upah. Kehadiran tenaga kerja asing di suatu Negara memberikan
satu ancaman bagi perbedaan upah yang begitu mencolok terhadap upah tenaga
kerja lokal. Sementara itu, Irianto
Simbolon sebagai Derektorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan
Sosial, Kementrian Ketenagakerjaan mengatakan “kenaikan upah minimum akan ditentukan dua tahun sekali, agar
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan tidak membebani pengusaha.” Selanjutnya,
Menteri
Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengusulkan dibuatnya kerangka penetapan
UMP dalam periode 5 tahun sekali. RPP ini tidak lain
adalah sebuah kebijakan politik upah murah yang akan semakin membuat buruh
terjerat dalam kemiskinan dan penumpulan tenaga produktif. Sementara yang dibutuhkan buruh adalah pengupahan yang berdasarkan
hasil kerja buruh dan peninjauan upah dalam waktu 6 (enam) bulan sesuai tingkat
inflasi, atau bisa dikatakan upah relatif yang berlaku secara nasional.
Sementara
itu, kaum buruh secara terus menerus dihadapkan dengan kenyataan industrial
yang semakin meminggirkan buruh. Dimana pengusaha
terus-menerus melakukan efesiensi dalam memperkaya diri, yaitu dengan penangguhan
upah, tidak memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, merumahkan atau
meliburkan yang berujung PHK massal. Selama kurun waktu 2 tahun terakhir, ribuan buruh (data
FPBI saja sepanjang tahun 2013-2014 sebanyak 1500 orang belum lagi dari serikat
buruh yang lain) mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak akibat
dari kesewenang-wenangan para tuan pengusaha.
Padahal telah tertera
dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Derita krisis ekonomi hingga PHK massal seharusnya
menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk segera mengentaskan negara dari
kemiskinan yang kian meningkat. Akan tetapi Negara tidak pernah hadir dalam penyelesaian
persoalan rakyat.
Lalu apa
yang akan dilakukan Federasi Perjuangan Buruh Indonesia ( FPBI ) untuk
antisipasi ancaman Liberalisasi di sektor Ketenagakerjaan ???
FPBI akan mendorong pembentukan KONFEDERASI PERSATUAN BURUH INDONESIA (
KPBI ) sebagai alat pertahan sekaligus perlawanan terhadap ancaman-ancaman
liberalisasi ketenagakerjaan dan pasar bebas MEA. Kemudian
FPBI juga memiliki cita-cita kemerdekaan 100%, sehingga mau tidak mau, FPBI
membutuhkan alat politik yang nantinya
mampu berhadapan dengan kekuatan politik borjuasi sampai dimana rakyatlah yang
berkuasa. FPBI secara terang-terangan mengajak rakyat
untuk membangun ALAT POLITIK RAKYAT
yang anti Kapitalisme dan Anti Elit Politik Borjuasi untuk perjuangan perubahan
nasib rakyat Indonesia yakni kemerdekaan 100%.
Maka,
dalam momentum May Day 2015 ini, FEDERASI
PERJUANGAN BURUH INDONESIA mengajak seluruh kaum buruh untuk bersama-sama
menuntut kepada Negara :
- Tolak Pemberlakuan Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
- Buat Undang-Undang Perlindungan Buruh
- Buat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (
Perppu ) yang Menghapuskan Sistem Kerja Kontrak & Outsourcing.
- Buat Permenakertrans Tentang Upah Proses
- Hapuskan Sistem Upah Murah dan
Jalankan Upah layak Nasional Yang Sama Bagi Seluruh Buruh Indonesia.
- Tolak Peninjauan Upah 5 Tahun Sekali
- Berikan Demokrasi Seluas-luasnya Bagi Rakyat
- Berikan Subsisdi Bagi Rakyat
- Batalkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
- Pendidikan, Kesehatan dan Perumahan yang
Layak dan gratis
Jakarta, 1 Mei 2015
Ketua Umum FPBI
Santoso Widodo
+62 856 9502 6593
Langganan:
Postingan (Atom)