Minggu, 03 Mei 2015

statement Gerakan Rakyat Rayakan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2015 di Yogyakarta

0 komentar
Read more...

Buruh di Cianjur gelar aksi tuntut kesejahteraan

0 komentar
Read more...

Buruh butuh alat politik

0 komentar
Read more...

Dokumentasi MayDay 2015 di Jakarta

0 komentar

















Read more...

PERNYATAAN SIKAP POLITIK FPBI PADA MAYDAY 2015

0 komentar

Persatuan Buruh Indonesia Bersama Massa Rakyat
Membangun Alat Politik Melawan Pasar Bebas

Dampak dari krisis ekonomi global masih menjadi faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi dan melahirkan kesenjangan sosial. Krisis ekonomi global tidak lain adalah krisis kapitalisme. Filosofi dari kapitalisme adalah kebebasan dan persaingan. Dasar filosofi tersebutlah yang mengerakan praktik monopoli. Persaingan untuk memonopoli, kemudian didalamnya memunculkan kontadiksi-kontradiksi yang tidak bisa dihindari, sehingga kapitalis saling berlomba dalam mengakumulasikan modal sebanyak-banyaknya. Akibat perlombaan tersebut, rakyat semakin tereksploitasi dan menderita, akhirnya pada titik tertentu daya beli masyarakat menurun dan industri mengalami over produksi.
Namun praktik penyelamatan krisis kapitalisme oleh pemerintahan borjuasi dengan melakukan, pertama, meminta bantuan (utang) kepada lembaga keuangan internasional seperti IMF dan World Bank. Kedua, memberikan dana stimulus atau dana talangan kepada industri ataupun perbankan yang bangkrut. Ketiga, pemerintah borjuasi melakukan pengetatan-pengetan anggaran sebagai langkah penghematan anggaran. Dari langkah penyelamatan krisis tersebut telah mengorbankan kehidupan rakyat –artinya, rakyatlah yang menanggung penderitaannya dari langkah-langkah penyelamatan krisis kapitalisme tersebut.
Krisis Ekonomi dan Jalan Penindasan Kapitalisme
Skema lain dalam penyelesaian krisis kapitalisme yakni dengan modus ekspansi modal ke daerah yang memiliki sumber daya alam berlimpah, termasuk Indonesia. Situasi krisis kapitalisme inilah yang kemudian mendorong penindasan yang berujung pada pemassifan agenda liberalisasi melalui pembentukan pasar bebas yang diwujudkan dalam regionalisme kawasan dan pembangunan konektivitas kawasan. Regionalisme ini tidak lain adalah globalisasi dalam prinsip ekonomi kapitalisme. Hal ini sebagai salah satu strategi bagi perusahaan multinasional dan lembaga-lembaga keuangan internasional mencari cara agar dominasi dan kekuasaan terus berlanjut.
Pasar tenaga kerja di ASEAN akan ditentukan berdasarkan kebutuhan industri sesuai dengan spesialisasi yang dimiliki. Dan masing-masing negara ASEAN dikenal memiliki tenaga kerja dengan keahlian tertentu, misalnya saja beberapa Negara yang mayoritas dari sektor tenaga kerjanya telah melakukan spesialisasi tertentu, yakni seperti India yang menjadi sasaran perusahaan-perusahan IT, Thailand untuk perusahaan Automotif dan elektronik, Taiwan dan Malaysia untuk perusahaan elektronik, atau Singapura untuk perusahan bisnis yang memerlukan tenaga professional, atau Indonesia dikenal sebagai pemasok tenaga perawat cukup baik dikawasan ASEAN.
Oleh karena itu, liberalisasi tenaga kerja ASEAN sangat dibutuhkan oleh para kapitalis untuk menopang rantai produksi, dimana yang sebelumnya korporasi kesulitan untuk mencari tenaga kerja sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan, namun dengan arus bebas tenaga kerja korporasi akan dengan mudah mendatangkan tenaga kerja dari negara lain yang memiliki keahlian tertentu. Dan buruh lah yang paling dirugikan dalam mekanisme pasar bebas ini.
Deregulasi Pro Kapitalis
Dengan jumlah penduduk mencapai 240 juta, Indonesia tetap menjadi pasar menarik bagi investor. Pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan berupa insentif bagi investor, yaitu diantaranya dengan memberlakukan hilirisasi industri pertambangan, pemberian bebas pajak serta rencana untuk merevisi daftar negatif investasi (DNI). Percepatan investasi juga dilakukan melalui penyederhanaan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dan menyederhanakan jenis-jenis perizinan investasi. Maka, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi rakyat justru sebaliknya akan mendatangkan kerugian, karena rakyat dari masing-masing Negara akan semakin bersaing merebut pekerjaan yang terbatas untuk bisa bertahan hidup. Dan hal ini sudah pasti hanya akan mendatangkan keuntungan bagi kaum berpunya (para pemodal/ investor).
Sementara itu, DPR telah menyetujui 159 RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015-2019. Dari jumlah itu, juga disepakati terdapat 37 RUU yang menjadi Prolegnas tahun 2015. Diantaranya adalah RUU tentang Peubahan Atas UU.No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, RUU tentang Perubahan atas UU.No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, RUU tentang perubahan atas UU. N0. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Deregulasi tersebut, tentu sarat kepentingan para elit dan pengusaha. Dimana perundang-undangan dibuat untuk memassifkan liberalisasi pasar bebas. Deregilasi ini juga akan menghilangkan peran dan tanggung jawab negara, karena semua diserahkan kepada mekanisme pasar.
Kebijakan politik liberal lainya adalah penghapusan bertahap subsidi rakyat, sehingga harga BBM, listrik, gas elpiji, tiket kereta api, kesehatan, pendidikan, beras dan komoditas pertanian lainnya mengalami kenaikan. Dengan kata lain, “subsidi untuk rakyat kecil diperkecil, tapi konglomerat diberikan kemudahan fasiltas penanaman modal yang besar.” Sehingga kenaikan upah per Januari 2015 tidak ada gunanya, kareana riil upah buruh mengalami penurunan sebesar 3,23 persen sehingga melemahkan daya beli.
Ancaman Terhadap Buruh
Dengan kebebasan pasar tenaga kerja, maka Indonesia akan berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan, karena hilangnya peran negara untuk memastikan penyerapan tenaga kerja. Data BPS menyebutkan, tenaga kerja Indonesia lebih banyak didominasi oleh mereka yang berlatarbelakangpendidikan belum tamat SD atau SD dan SMP sebanyak 77,8 juta orang. Jumlah angkatan kerja yang berlatar belakang SMA dan pendidikan tinggi hanya sebanyak 40,2 juta orang.
Arus bebas tenaga kerja juga memberikan dampak terhadap persoalan upah. Kehadiran tenaga kerja asing di suatu Negara memberikan satu ancaman bagi perbedaan upah yang begitu mencolok terhadap upah tenaga kerja lokal. Sementara itu, Irianto Simbolon sebagai Derektorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Kementrian Ketenagakerjaan mengatakan “kenaikan upah minimum akan ditentukan dua tahun sekali, agar meningkatkan kesejahteraan pekerja dan tidak membebani pengusaha.” Selanjutnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengusulkan dibuatnya kerangka penetapan UMP dalam periode 5 tahun sekali. RPP ini tidak lain adalah sebuah kebijakan politik upah murah yang akan semakin membuat buruh terjerat dalam kemiskinan dan penumpulan tenaga produktif. Sementara yang dibutuhkan buruh adalah pengupahan yang berdasarkan hasil kerja buruh dan peninjauan upah dalam waktu 6 (enam) bulan sesuai tingkat inflasi, atau bisa dikatakan upah relatif yang berlaku secara nasional.
Sementara itu, kaum buruh secara terus menerus dihadapkan dengan kenyataan industrial yang semakin meminggirkan buruh. Dimana pengusaha terus-menerus melakukan efesiensi dalam memperkaya diri, yaitu dengan penangguhan upah, tidak memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, merumahkan atau meliburkan yang berujung PHK massal. Selama kurun waktu 2 tahun terakhir, ribuan buruh (data FPBI saja sepanjang tahun 2013-2014 sebanyak 1500 orang belum lagi dari serikat buruh yang lain) mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak akibat dari kesewenang-wenangan para tuan pengusaha.
Padahal telah tertera dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Derita krisis ekonomi hingga PHK massal seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk segera mengentaskan negara dari kemiskinan yang kian meningkat. Akan tetapi Negara tidak pernah hadir dalam penyelesaian persoalan rakyat.
Lalu apa yang akan dilakukan Federasi Perjuangan Buruh Indonesia ( FPBI ) untuk antisipasi ancaman Liberalisasi di sektor Ketenagakerjaan ???
FPBI akan mendorong pembentukan KONFEDERASI PERSATUAN BURUH INDONESIA ( KPBI ) sebagai alat pertahan sekaligus perlawanan terhadap ancaman-ancaman liberalisasi ketenagakerjaan dan pasar bebas MEA. Kemudian FPBI juga memiliki cita-cita kemerdekaan 100%, sehingga mau tidak mau, FPBI membutuhkan alat politik yang nantinya mampu berhadapan dengan kekuatan politik borjuasi sampai dimana rakyatlah yang berkuasa. FPBI secara terang-terangan mengajak rakyat untuk membangun ALAT POLITIK RAKYAT yang anti Kapitalisme dan Anti Elit Politik Borjuasi untuk perjuangan perubahan nasib rakyat Indonesia yakni kemerdekaan 100%.
Maka, dalam momentum May Day 2015 ini, FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA mengajak seluruh kaum buruh untuk bersama-sama menuntut kepada Negara :
  1. Tolak Pemberlakuan Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
  2. Buat Undang-Undang Perlindungan Buruh
  3. Buat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perppu ) yang Menghapuskan Sistem Kerja Kontrak & Outsourcing.
  4. Buat Permenakertrans Tentang Upah Proses
  5. Hapuskan Sistem Upah Murah dan Jalankan Upah layak Nasional Yang Sama Bagi Seluruh Buruh Indonesia.
  6. Tolak Peninjauan Upah 5 Tahun Sekali
  7. Berikan Demokrasi Seluas-luasnya Bagi Rakyat
  8. Berikan Subsisdi Bagi Rakyat
  9. Batalkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
  10. Pendidikan, Kesehatan dan Perumahan yang Layak dan gratis

Jakarta, 1 Mei 2015
Ketua Umum FPBI


Santoso Widodo

+62 856 9502 6593
Read more...

FPBI

FPBI