Penyelesaian perselisihan
hubngan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. (Psl 136
UU/13/2003 ayat 1).
Bila penyelesaian melalui
musyawarah mufakat tidak tercapai maka pengusaha dan pekerja/buruh
menyelesaikan PPHI melalui prosedur PPHI yang diatur UU. (Psl 136 UU/13/2003
ayat 2).
Perselisihan hubungan
industri adalah : perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan buruh atau serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, kepentingan, PHK, perselisihan antara serikat buruh
dalam satu perusahaan.
A.
Macam-macam Perselisihan.
Dalam UU. No. 2 Tahun 2004
yang mulai berlaku 14 Januari 2006 disebutkan bahwa terdapat 4 macam
perselisihan. Macam-macam perselisihan tersebut adalah :
- Perselisihan hak.
Perselisihan yang timbul
karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. (Pasal 2 UU/2/2004). Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa perselisihan hak adalah perselisihan mengenai
hak normatif, yang sudah ditetapkan dalam Perjanjian kerja, PP, PKB atau
peraturan perundang-undangan.
- Perselisihan Kepentingan.
Perselisihan yang timbul
adalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yangd itetapkan dalam
Perjanjian kerja, atau PP, atau PKB. (Psl. 1 ayat 3 UU/2/2004).
- Perselisihan PHK.
Perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai PHK yang dilakukan oleh salah
satu pihak (Psl. 1 ayat 4 UU/2/2004).
- Perselisihan antar serikat buruh.
Perselisihan antar serikat
buruh dengan serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak
adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikatan pekerjaan.
B.
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI).
Dalam UU/2/2004 disebutkan
terdapat 4 lembaga yang bisa menyelesaikan PHI, dimana masing-masing lembaga
mempunyai kewenangan dan batasan dalam menyelesaikan 4 macam perselisihan dalam
PHI. Ke-4 lembaga tersebut adalah :
- Mediasi.
Penyelesaian melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih oleh mediator yang netral
(yang dimaksud mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung
jawab dibidang ketenagakerjaan “pegawai disnaker”). PHI yang bisa diselesaikan
melalui mediasi adalah :
- Perselisihan hak.
- Perselisihan kepentingan.
- PHK.
- Perselisihan antar serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Mediator setelah perundingan
mengeluarkan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih.(pasal 1 ayat
12 dan 13 UU/2/2004).
- Konsiliasi.
Penyelesaian melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator yang memenuhi syarat-syarat
konsiliator yang ditetapkan oleh menteri. Perselisihan yang bisa diselesaikan
melalui konsiliasi adalah :
- Perselisihan kepentingan.
- PHK.
- Perselisihan antar serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Konsilitor setelah
perundingan memberikan anjuran tertulis kepada pihak yang berselisih. (pasal 1
ayat 14 dan 15 UU/2/2004).
- Arbitrase.
Merupakan perselisihan yang
diselesaikan diluar pengadilan hubungan industrial yang dapat ditempuh melalui
kesepakatan tertulis yang isinya bahwa para pihak yang berselisih bersepakat
untuk menyerahkan perselisihan kepada arbitater. Arbitrase dipimpimpin oleh
arbiter yang dapat ditunjuk oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter
yang ditetapkan oleh menteri. Keputusan arbitater adalah mengikat para pihak
yang berselisih dan bersifat final. Perselisihan yang bisa diselesaikan melalui
arbitrase adalah : (Pasal 1 ayat 16 dan 17 UU/2/2004).
- Perselisihan kepentingan.
- Perselisihan antar serikat buruh dalam satu
perusahaan.
- Pengadilan Hubungan Industrial.
Merupakan penyelesaian
perselisihan melalui pengadilan yang memakai hukum acara perdata. Pengadilan
hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan
peradilan negeri.
C.
Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
- Penyelesaian Bipartit. (bila dalam perusahaan
belum ada LKS bipartit).
LKS bipartit merupakan sebuah
lembaga yang berada dilingkungan pabrik. Lembaga ini beranggotakan pengusaha
dan buruh Keanggotaan LKS Bipartit ditetapkan dari unsur pengusaha dan
unsur pekerja/buruh dengan komposisi perbandingan 1 : 1 yang jumlahnya
disesuaikan dengan kebutuhan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) orang dan
paling banyak 20 (dua puluh) orang. Psl 9 Kepmen/255/2003. Lembaga ini minimal
dipimpin oleh seorang ketua, sekertaris dan anggota dengan jabatan ketua
diberikan secara bergantian antara pengusaha dan buruh. Masa kerja lembaga
ini adalah 2 tahun.
Segala biaya yang diperlukan
untuk pembentukan dan pelaksanaan kegiatan LKS Bipartit dibebankan kepada
pengusaha. Psl 15 Kepmen/255/2003. Kegiatan LKS Bipartit secara berkala setiap
6 (enam) bulan dilaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Psl 16 Kepmen/255/2003.
Menurut Psl 106 UU/13/2003,
Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima
puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk LKS Bipartit. Meskipun
terdapat kata-kata wajib, namun tidak terdapat sanksi bagi perusahaan apabila
tidak dibuat lembaga ini.
Fungsi Bipartit dalam PPHI
(psl 2 huruf (b) kepmen 255/2003) :
sebagai forum untuk membahas
masalah hubungan industrial di perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja
dan kesejahteraan pekerja/buruh yang menjamin kelangsungan usaha dan
menciptakan ketenangan kerja.
Mekanisme Penyelesaian
Bipartit :
Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaian terlebih dahulu melalui
perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat (Psl. 3 ayat (1)
UU/2/2004). Setiap perundingan Bipartit harus dibuat risalah yang
ditandatangani oleh para pihak (Psl.6 ayat (1) UU.2/2004).Bipartit dilaksanakan
paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulai perundingan. (Psl. 3 ayat 2
UU/2/2004).
Risalah perundingan tersebut
sekurang-kurangnya memuat : (Psl 6 ayat 2 UU.No.2/2004).
a. nama lengkap dan alamat
para pihak;
b. tanggal dan tempat
perundingan;
c. pokok masalah atau alasan
perselisihan;
d. pendapat para pihak;
e. kesimpulan atau hasil
perundingan; dan
f. tanggal serta tandatangan
para pihak yang melakukan perundingan.
Salah satu pihak tidak mau
berunding atau tidak ada kata sepakat :
Apabila dalam jangka waktu 30
hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan
tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap
gagal. (Psl. 3 ayat 2 UU/2/2004).
Bila perundingan gagal maka :
Salah satu atau kedua belah
pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenaga kerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa
upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. (Psl. 4
ayat 1 UU/2/2004). (contoh lampiran bukti kalau bipartit gagal bila salah pihak
menolak secara lisan).
Bila bukti perundingan
bipartit tidak dilampirkan :
Instansi yang bertanggung
jawab dibidang ketenaga kerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling
lambat dalam waktu 7 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas.
(Psl. 4 ayat 2 UU/2/2004).
Perundingan bipartit mencapai
kesepakatan :
Dalam hal musyawarah dalam
perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat perjanjian
bersama (model perjanjian ?) yang ditandatangani oleh para pihak. (Psl 7 ayat
(1) UU.No.2/2004). Perjanjian bersama ini mengikat dan menjadi hukum serta
wajib dilaksanakan oleh para pihak (Psl 7 ayat (2) UU.No.2/2004). Perjanjian
bersama ini wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada
PHI pada PN di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama. (Psl 7 ayat
(3) UU.No.2/2004). (Tidak ada sanksi bagi perjanjian bersama yang tidak
didaftarkan ke PN). (harus ada format bentuk perjanjian.
Pendaftaran perjanjian
bersama ke PN, maka PN akan memberikan akta bukti pendaftaran perjanjian
bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama.
(Psl 7 ayat (4) UU.No.2/2004). (contoh akta bukti pendaftaran)
Bila perjanjian bersama yang
sudah disepakati tidak dilaksanakan oleh salah satu atau para pihak :
Bila perjanjian bersama tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada PHI pada PN diwilayah perjanjian bersama didaftar
untuk mendapat penetapan eksekusi. (Psl 7 ayat (5) UU.No.2/2004). (contoh surat permohonan
eksekusi).
Dalam hal pemohon eksekusi
berdomisili di luar PN tempat pendaftaran perjanjian bersama, maka pemohon
eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui PHI pada PN di wilayah
domisili pemohon eksekusi untuk di teruskan ke PHI pada PN yang berkompeten
melaksanakan eksekusi. (Psl 7 ayat (6) UU.No.2/2004).
LKS bipartit diatur dalam
UU.No.13/2003 pasal 106. Tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan diatur
dalam Kepmen255/2003.
- Penyelesaian Mediasi.
Mediasi adalah sebuah istilah
baru dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Bila dilihat dari
mekanisme kerja, maka mediator memiliki kemiripan dengan pegawai perantaran.
Penyelesaian mediasi di
lakukan setelah perundingan secara bipartit tidak menemui kata sepakat.
MEDIATOR
Penyelesaian perselisihan
melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. (Psl 4 ayat
(4) UU.No.2/2004).
Lama Penyelesaian Mediasi :
Mediator menyelesaikan
tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan
Syarat Mediator : (Psl 9 UU/2/2004 & Psl 3
ayat (1) Kepmen 92/2004)
a. beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. warga negara Indonesia;
c. berbadan sehat
menurut surat
keterangan dokter;
d. menguasai peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan;
e. berwibawa, jujur,
adil, dan berkelakuan tidak tercela;
f. berpendidikan
sekurang-kurangnya Strata Satu (S1); dan
g. syarat lain yang
ditetapkan oleh Menteri : (Psl 3 ayat (2) Kepmen 92/2004)
- Telah mengikuti dan lulus
pendidikan dan pelatihan teknis hubungan industrial dan syarat kerja yang
dibuktikan dengan sertifikat dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
- Telah melaksanakan tugas di
bidang pembinaan hubungan industrial sekurang - kurangnya 1 ( satu ) tahun
setelah lulus pendidikan dan pelatihan teknis hubungan industrial (sudah
terlaksana ?) dan syarat kerja.
Setiap mediator mempunyai
kartu legitimasi yang dikeluarkan oleh menteri tenaga kerja. Hal ini diatur
didalam Pasal 5 Kepmen 92/2004
“Di dalam kartu legitimasi
dicantumkan wilayah kerja sesuai dengan wilayah kerja instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan yang mengusulkan.”(Harus ada contoh kartu
mediator).
Kedudukan Mediator :
Mediator berkedudukan di :
(Psl 10 Kepmen 92/2004)
a. Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi ;
Mediator yang berkedudukan di
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, melakukan mediasi perselisihan
hubungan industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah Provinsi.(Psl 11 ayat
(1) Kepmen 92/2004)
b. Kantor/Dinas/Instansi yang
bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Provinsi
Mediator yang berkedudukan di
instansi yang bertangung jawab di bidang ketenga kerjaan Provinsi, melakukan
mediasi perselisihan hubungan industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah
Kabupaten / Kota.
(Psl 11 ayat (2) Kepmen 92/2004)
c. Kantor/Dinas/Instansi yang
bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
Mediator yang berkedudukan di
instansi yang bertangung jawab di bidang ketenga kerjaan Provinsi, melakukan
mediasi perselisihan hubungan industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah
Kabupaten / Kota
tempat pekerja / buruh bekerja. (Psl 11 ayat (3) Kepmen 92/2004)
Tidak ada/Kurangnya Jumlah
Mediator :
Dalam hal satu wilayah kerja
Kabupaten / Kota tidak mempunyai mediator atau mediator yang ada tidak
mencukupi jumlahnya, maka untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial,
kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten /
Kota yang bersangkutan dapat meminta bantuan tenaga mediator kepada kepala
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang terdekat dalam 1
(satu) Provinsi. (Psl 11 ayat (4) Kepmen 92/2004)
Mediator Khusus : (Psl 6 Kepmen 92/2004)
Berdasarkan pertimbangan
tertentu Menteri dapat memberikan legitimasi kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota untuk menjadi mediator (Psl 6 ayat (1)
Kepmen 92/2004). Pemberian legitimasi tersebut tidak melalui persyaratan. (Psl
6 ayat (2) Kepmen 92/2004) dengan dilakukan melalui pengusulan dari kepala
daerah setempat. (Bupati, Walikota atau Ka. Disnaker ?) (Psl 6 ayat (3) Kepmen
92/2004) Legitimasi ini berlaku selama yang bersangkutan menjabat sebagai
kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota. (Psl 6 ayat (4) Kepmen 92/2004)
Campur tangan Menteri Dalam
Mediasi :
Dalam hal perselisihan
menimbulkan dampak yang mempengaruhi kepentingan nasional, maka Menteri tenaga
Kerja dan Transmigrasi dapat mengambil langkah penyelesaian, berkordinasi
dengan Kepala Daerah setempat. (Psl 12 Kepmen 92/2004)
Dalam hal perselisihan
hubungan industrial menyangkut mengenai perundingan Perjanjian Kerja Bersama
yang tidak dapat mencapai kesepakatan pada tingkat mediasi di Kabupaten / Kota
atau Provinsi, maka berdasarkan kesepakatan para pihak, perselisihan dapat
disampaikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mendapatkan
langkah - langkah penyelesaian. (Psl 13 Kepmen 92/2004)
Mediator mempunyai kewajiban (Psl 8 ayat (1) Kepmen
92/2005).
a. Memanggil para
pihak yang berselisih untuk dapat didengar keterangan yang diperlukan ;
b. Mengatur dan
memimpin mediasi ;
c. Membantu
membuat perjanjian bersama, apabila tercapai
d. Membuat
anjuran secara tertulis, apabila tidak tercapai kesepakatan ;
e. Membuat
risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial ;
(dibuat
berdasarkan petunjuk dirjen…..harus ada contohnya)
f. Membuat
laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial ;
Kewenangan Mediator : (Psl 9 Kepmen/92/3004)
a. Menganjurkan kepada para
pihak yang berselisih untuk berunding terlebih dahulu dengan itikad baik
sebelum dilaksanakan mediasi ;
b.Meminta keterangan,
dokumen, dan surat
- surat yang
berkaitan dengan perselisihan
c. Mendatangkan saksi atau
saksi ahli dalam mediasi apabila diperlukan ;
d. Membuka buku dan meminta surat - surat yang diperlukan dari para pihak dan
instansi atau lembaga terkait ;
e. Menerima atau menolak
wakil para pihak yang berselisih apabila ternyata tidak memiliki surat kuasa.
Saksi Dalam Mediasi :
Mediator dapat memanggil
saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan
didengar keterangannya. (Psl 11 ayat (1) UU.No.2/2004). Saksi atau saksi ahli
yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan
akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (Psl 11 ayat (2)
UU.No.2/2004).
Barang siapa yang diminta
keterangannya oleh mediator guna penyelesaian perselisihan hubungan industrial
berdasarkan undang-undang ini, wajib memberikan keterangan termasuk membukakan
buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. (Psl 12 ayat (1)
UU.No.2/2004).(apakah pihak yang berperkara bisa melihat keterangan, buku dan surat yang diperlukan ?)
Mediator wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta (Psl 12 ayat (3)
UU.No.2/2004).
Dalam hal keterangan yang
diperlukan oleh mediator terkait dengan seseorang yang karena jabatannya harus
menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.(UU yang mana ?) (Psl 12 ayat (2)
UU.No.2/2004).
Kewajiban Mediator setelah
menerima pencatatan :
Setelah menerima pencatatan
dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan (Mediasi/konsiliator bila sudah ditetapakan dalam
perundiangan bipartit lembaga yang menyelesaikannya) setempat wajib menawarkan
kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi
atau melalui arbitrase. (Psl 4 ayat (3) UU.No.2/2004).
Dalam hal para pihak tidak
menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang
ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator. (Psl 4
ayat (4) UU.No.2/2004).
Pegawai Negeri Sipil di
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dapat melakukan
mediasi sebagaimana diatur dalam Undang - undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial setelah memperoleh pengangkatan
dengan pemberian legitimasi sebagi mediator dari Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.(Psl 2 Kepmen/92/2004).
Dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. (Psl 10 UU.No.2/2004).
Segera setelah menerima
pelimpahan berkas perselisihan maka mediator harus : (Psl 14 ayat (1)
Kepmen/92/2004).
a. Melakukan penelitian berkas perselisihan;
b. Melakukan sidang mediasi paling lambat 7 ( tujuh
hari kerja setelah
menerima pelimpahan tugas
untuk menyelesaikan perselisihan ;
c. Mencapai para pihak secara tertulis untuk menghadiri
sidang denganmempertimbangkan waktu panggilan sehingga sidang mediasi dapat
dilaksanakan selambat - lambatnya 7 (hari) kerja sejak menerima pelimpahan
tugas untuk menyelesaikan perselisihan ;
d. Melaksakan sidang mediasi dengan mengupayakan
penyelesaian
secara musyawarah untuk
mufakat ;
e. Mengeluarkan anjuran secara tertulis kepada para
pihak apabila
penyelesaian tidak mencapai
kesepakatan dalam waktu selambat –
lambatnya 10 (sepuluh) hari
kerja sejak sidang pertama ;
Anjuran tertulis mediator
memuat : (Psl 14 ayat (7) Kepmen/92/2004).
a. Keterangan pekerja/buruh atau keterangan serikat
pekerja/serikat
buruh ;
b.
Keterangan pengusaha ;
c.
Keterangan saksi / saksi ahli apabila ada ;
d.
Pertimbangan hukum dan kesimpulan mediator ;
e.
Isi anjuran.
f. Membantu membuat perjanjian
bersama secara tertulis apabila tercapai kesepakatan penyelesaian, yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator ;
g. Memberitahu para pihak untuk mendaftarkan
perjanjian bersana yang telah ditandatangani para pihak ke Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri tempat dimana perjanjian bersama
ditandatangani untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran ;
h. Membuat risalah pada setiap penyelesaian perselisihan
hubungan
industrial.
Dalam hal salah satu pihak
atau para pihak mengunakan jasa kuasa hukum dalam sidang mediasi, maka pihak
yang menggunakan jasa hukum tersebut harus tetap hadir. (Psl 14 ayat (2)
Kepmen/92/2004).
Tercapai kesepakatan dalam
Mediasi :
Dalam hal tercapai
kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka
dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan
oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran. (Psl. 13 ayat (1)/UU/2/2004).
Tidak tercapai kesepakatan
dalam Mediasi :
(Psl. 13 ayat (2)/UU/2/2004).
a.mediator mengeluarkan
anjuran tertulis;
b.anjuran tersebut
dibuat dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang
mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
c. para pihak harus sudah
memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau
menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja
setelah menerima anjuran tertulis;
Menerima anjuran :
Dalam hal para pihak
menyetujui anjuran tertulis sebagaimana, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3
(tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah
selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar
di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum
pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran. (Psl. 13 ayat (2) huruf e/UU/2/2004).
Pendaftaran Perjanjian
Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dilakukan
sebagai berikut: (Psl. 13 ayat (3) /UU/2/2004
a. Perjanjian Bersama yang
telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Perjanjian Bersama;
b. apabila Perjanjian
Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf e tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan
eksekusi.
c.dalam hal pemohon eksekusi
berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi
dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten
melaksanakan eksekusi.
Menolak anjuran :
pihak yang tidak memberikan
pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap
menolak anjuran tertulis; (Psl. 13 ayat (2) huruf d/UU/2/2004).
....................., maka
para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. (Psl. 14
ayat (1) huruf d/UU/2/2004).
......................dilaksanakan
dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. (Psl. 14 ayat (1) huruf
d/UU/2/2004). (contoh surat
gugatan)
Para Pihak tidak Hadir setelah
dipanggil :
Dalam hal para pihak telah
dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian ternyata pihak pemohon
tidak hadir, maka permohonan tersebut dihapus dari buku perselisihan. (Psl 14
ayat (3) Kepmen/92/2004).
Dalam hal para pihak telah
dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian ternyata pihak termohon
tidak hadir, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan data -
data yang ada. (Psl 14 ayat (4) Kepmen/92/2004).
Mediasi Dalam Rencana Mogok :
Dalam hal instansi yang
bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan menerima pemberitahuan pemogokan
atau penutupan perusahaan, maka atas penunjukan kepala instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mediator segera mengupayakan
penyelesaian dengan mempertemukan para pihak untuk melakukan musyawarah agar
tidak terjadi pemogokan atau penutupan perusahaan. (Psl 16 ayat (4)
Kepmen/92/2004).
Dalam hal musyawarah untuk
menghentikan pemogokan atau penutupan perusahaan tidak tercapai, maka
penyelesaian perselisihan mengacu kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 14. (Psl 16 ayat (2) Kepmen/92/2004).
Pemberhentian Mediator :
Pemberhentian mediator
dilakukan dengan pencabutan legitimasi oleh Menteri. (Psl 17 ayat (1)
Kepmen/92/2004).
Pencabutan legitimasi
dilakukan karena : (Psl 17 ayat (2) Kepmen/92/2004).
a. Meninggal dunia
;
b. Permintaan
sendiri ;
c. Memasuki usia
pensiun ;
d. Diberhentikan
sebagai Pegawai Negeri Sipil ;
e. Tidak bertugas
lagi pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
f. Telah dikenakan
pemberhetian sementara sebanyak 3 ( tiga ) kali.
Sanksi bagi Mediator :
Dalam hal mediator dapat
menyelesaikan tugas dalam waktu 30 (tiga puluh ) hari kerja maka atasan
langsung mediator harus meneliti sebab - sebab tidak selesainya perselisihan.
(Psl 18 ayat (1) Kepmen/92/2004). Dalam hal sebab - sebab ternyata diakibatkan
dari kelalaian mediator maka atasan langsung mediator menjatuhkan lisan. (Psl
18 ayat (2) Kepmen/92/2004).
Teguran lisan dan tertulis :
Teguran lisan dilakukan
setiap kali mediator tidak dapat menyelesaikan tugas dalam waktu 30 ( tiga
puluh ) hari kerja. (Psl 19 ayat (1) Kepmen/92/2004). Teguran tertulis
diberikan setelah melalui teguran lisan sebanyak 3 ( tiga ) kali. (Psl 19 ayat
(2) Kepmen/92/2004).Pemberhentian sementara dilakukan setelah melalui teguran
tertulis sebanyak 3 ( tiga ) kali. (Psl 19 ayat (3) Kepmen/92/2004).
Pemberhentian Sementara :
Pemberhentian sementara
sebagai mediator berlaku untuk jangka waktu selama 2 (dua) bulan. (Psl 20 ayat
(1) Kepmen/92/2004). Pemberhentian sementara dilakukan dengan kartu legitimasi
oleh kepala instansi tempat kedudukan mediator yang bersangkutan. (pencabutan
kartu atau ?) (Psl 20 ayat (2) Kepmen/92/2004). Selama pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 mediator yang bersangkutan tidak boleh
menangani perselisihan. (Psl 20 ayat (3) Kepmen/92/2004).
Dalam hal mediator telah
pernah dikenakan pemberhentian sementara pertama, maka apabila mediator yang
bersangkutan melakukan kelalaian kembali maka dikenakan pemberhentian sementara
yang kedua. (Psl 21 ayat (1) Kepmen/92/2004). Dalam hal mediator telah pernah
dikenakan pemberhentian sementara kedua, maka apabila mediator yang
bersangkutan melakukan kelalaian kembali maka dikenakan pemberhentian sementara
yang ketiga. (Psl 21 ayat (2) Kepmen/92/2004).
Pemberhentian tetap :
Sebelum mediator dikenakan
pemberhentian tetap, maka yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela
diri dalam waktu 14 ( empat belas ) hari kerja sejak tanggal penerimaan
pemberhentian sementara yang ketiga. (Psl 22 ayat (1) Kepmen/92/2004).
Pembelaan diri adalah sebagai
berikut : (Psl 22 ayat (2) Kepmen/92/2004).
a. Mediator yang
berkedudukan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pembelaan diri
dilakukan dihadapan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
b. Mediator yang berkedudukan
di Provinsi pembelaan diri dilakukan dihadapan Gubernur.
c. Mediator yang
berkedudukan di Kabupaten / Kota
pembelaan diri dilakukan dihadapan Bupati /Walikota.
Apabila mediator tidak
menggunakan kesempatan membela diri dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengusulkan
kepada Menteri untuk mencabut legitimasi mediator yang bersangkutan. (Psl 22
ayat (6) Kepmen/92/2004).
Dalam hal pembelaan mediator
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dapat diterima, maka Menteri memberitahukan
kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengembalikan kartu
legitimasi mediator. (Psl 22 ayat (7) Kepmen/92/2004).
Dalam hal pembelaan diri
tidak dapat diterima, maka Menteri menerbitkan keputusan pencabutan legitimasi
mediator yang bersangkutan. (Psl 22 ayat (2) Kepmen/92/2004).
Pengangkatan Pegawai
Perantaraan menjadi mediator : (Psl 23 ayat (1), (2), (3) Kepmen/92/2004).
Pegawai perantara
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah diangkat sebelum
diterbitkannya Keputusan Menteri ini dapat diberi legitimasi sebagai mediator.
Untuk mendapatkan legitimasi,
Bupati / Walikota atau Gubernur atau Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial mengusulkan kepada Menteri.
Pelaksanaan tugas mediator
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ini berlaku efektif sejak mulai
berlakunya UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
Penyelesaian Konsiliasi
:
Penyelesaian perselisihan
melalui konsiliasi merupakan bentuk penyelesaian perselisihan yang mirip dengan
mediasi. Namun perbedaannya mediasi merupakan pegawai karir dalam departemen
tenaga kerja, sedangkan konsiliator bukan merupakan pegawai karir. Dalam
konsiliasi penyelesaian perselisihan dilakukan oleh konsiliator.
Penyelesaian perselisihan
melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. (Psl.
17 UU.2/2004).
Penyelesaian oleh
konsiliator, dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian
secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para
pihak. (Psl. 18 ayat (2) UU.2/2004). Para
pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan disepakati dari
daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor instansi
Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Waktu Penyelesaian dalam
konsiliator :
Konsiliator menyelesaikan
tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan. (Psl. 25
UU.2/2004).
Penyelesaian di tingkat
konsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sudah selesai dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
permintaan penyelesaian perselisihan. (Psl 11 Pemen 10/2005)
Syarat Konsiliator : (Psl 2 ayat (1) Pemen
10/2005)
a. beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa;
b. warga
negara Indonesia;
c. berumur
sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima)
tahun;
d.
pendidikan minimal lulusan Strata Satu (S1);
e. berbadan
sehat menurut surat
keterangan dokter;
f.
berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela;
g. memiliki
pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang kurangnya 5 thn;
h.
menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;
i. tidak
berstatus Pegawai Negeri Sipil atau anggota TNI/POLRI;
j. lulus
mengikuti program latihan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Pengalaman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g, meliputi kegiatan yang pernah dilakukan sebagai
: (Psl 2 ayat (2) Pemen 10/2005)
a.
penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
b. kuasa
hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
c. pengurus
serikat pekerja/serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha;
d.
konsultan hukum bidang hubungan industrial;
e.
pengelola sumber daya manusia di perusahaan;
f. dosen,
tenaga pengajar, dan peneliti di bidang hubungan industrial;
g. anggota
P4D/P4P atau Panitera P4D/P4P;
h.
narasumber atau pembicara dalam seminar, lokakarya, simposium dan lain-lain di
bidang
hubungan industrial.
Dalam hal calon konsiliator
tidak memenuhi pengalaman 5 (lima)
tahun untuk salah satu kegiatan, maka pengalaman 5 (lima) tahun dapat diperhitungkan dari
penggabungan beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (Psl 2 ayat
(3) Pemen 10/2005) Pengalaman 5 (lima)
tahun atas perhitungan penggabungan beberapa kegiatan dibuktikan dengan surat keterangan Kepala
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota
setempat. (Psl 2 ayat (4) Pemen 10/2005)
Konsiliator yang lulus
seleksi :
Calon konsiliator yang telah
lulus seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, diusulkan oleh
Bupati/Walikota daengan melampirkan tanda lulus seleksi kepada Menteri untuk
mendapatkan legitimasi sebagai konsiliator.
Calon konsiliator yang
diusulkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
legitimasi sebagai konsiliator dengan Keputusan Menteri.
Konsiliator yang telah
mendapat legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melapor kepada
Bupati/Walikota untuk dicatat sebagai konsiliator dan didaftar pada kantor
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota
setempat.
Tugas Konsiliator : (Psl 5. Kepmen 10/2005)
Konsiliator bertugas
melakukan konsiliator kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Kewenangan Konsiliator : (Psl 6. Kepmen 10/2005)
a. meminta keterangan
kepada para pihak;
b. menolak wakil para
pihak apabila ternyata tidak memiliki surat
kuasa;
c. menolak melakukan
konsiliasi bagi pra pihak yang belum melakukan perundingan
secara
bipartit;
d. meminta
surat/dokumen yang berkaitan dengan perselisihan;
e. memanggil saksi atau
saksi ahli;
f. membuka buku dan
meminta surat-surat yang diperlukan dari para pihak
instansi/lembaga terkait.
Kewajiban Konsiliator : (Psl 7. Kepmen 10/2005)
- memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat
didengar keterangan yang diperlukan;
- mengatur dan memimpin konsiliasi;
- membantu membuat perjanian bersama apabila
tercapai kesepakatan;
- membuat anjuran tertulis, apabila tidak tercapai
kesepakatan penyelesaian;
- membuat risalah penyelesaian perselisihan
hubungan industrial;
- membuat dan memelihara buku khusus dan berkas
perselisihan yang ditangani;
- membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan
hubungan industrial kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial.
Kedudukan Konsiliator : (Psl 9. Kepmen 10/2005)
Konsiliator melakukan
konsiliasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi di
Kabupaten/Kota
tempat pekerja/buruh bekerja. (Psl 9. ayat (1) Kepmen 10/2005)
Berdasarkan permintaan para
pihak yang berselisih, konsiliator dapat melakukan konsiliasi diluar wilayah
konsiliator terdaftar dengan seijin Kepala Instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan di tempat konsiliator terdaftar. (Psl 9 ayat (2). Kepmen
10/2005)
Berdasarkan pertimbangan
anggaran, Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
tempat konsiliator terdaftar berwenang menolak permintaan para pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (Psl 9. ayat (3) Kepmen 10/2005).
Setelah konsiliator menerima
permintaan penyelesaian :
Dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan
penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus
sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan
selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang
konsiliasi pertama. (Psl. 20 UU/2/2004).
Setelah menerima permintaan
penyelesaian perselisihan secara tertulis dari para pihak, kosiliator yang
ditunjuk dan disepakati oleh para pihak segera : (Psl. 10 ayat (1). Kepmen
10/2005)
a. mencatat dalam buku yang
dibuat khusus untuk itu;
b. melakukan penelitian
berkas perselisihan termasuk risalah perundingan bipartit;
c. melakukan sidang
konsiliasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan
penyelesaian secara tertulis;
d. memanggil para pihak
secara tertulis untuk menghadiri sidang dengan mempertimbangkan waktu panggilan
sehingga sidang konsiliasi dapat dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja sejak menerima penyerahan penyelesaian perselisihan;
e. melaksanakan sidang
konsiliasi dengan mengupayakan penyelesaian perselisihan secara musyawarah
untuk mufakat;
i. membuat risalah pada
setiap penyelesaian perselisihan hubungan idustrial
Menggunakan Kuasa Hukum dalam
konsiliator :
(Psl. 10 ayat (2). Kepmen 10/2005)
Dalam hal salah satu pihak
atau para pihak menggunakan jasa kuasa hukum dalam sidang konsiliasi, maka
pihak yang menggunakan jasa kuasa hukum tersebut harus tetap hadir.
Saksi dalam konsiliasi :
Konsiliator dapat memanggil
saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang konsiliasi guna diminta dan
didengar keterangannya. (Psl. 21 ayat (1) UU/2/2004). Saksi atau saksi
ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan
akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (Psl. 21 ayat
(2) UU/2/2004).
Barang siapa yang diminta
keterangannya oleh konsiliator guna penyelesaian perselisihan hubungan
industrial berdasarkan undang-undang ini, wajib memberikan keterangan termasuk
membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. (Psl. 22 ayat
(1) UU/2/2004).
(3) Konsiliator wajib
merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Para pihak tidak hadir : (Psl. 10. Kepmen 10/2005)
Dalam hal para pihak telah
dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian ternyata pihak pemohon
tidak hadir, maka konsiliator melaporkan kepada instansi yang bertanggungjawab dibidang
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat untuk dihapuskan dari buku
perselisihan. (Psl. 10 ayat (3). Kepmen 10/2005)
Dalam hal para pihak telah
dipanggil dengan mempertimbangkan waktu penyelesaian ternyata pihak termohon
tidak hadir, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan
data-data yang ada. (Psl. 10. ayat (4) Kepmen 10/2005)
Tercapai Kesepakatan dalam
konsiliator : (Psl.
23 ayat (1). UU/2/2004)
Dalam hal tercapai
kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi,
maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Membantu membuat perjanjian
bersama secara tertulis apabila tercapai kesepakatan penyelesaian, yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator; (Psl. 10 ayat
(1) huruf g. Kepmen 10/2005) memberitahukan para pihak untuk mendaftarkan
perjanjian bersama yang telah ditandatangani ke Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri tempat dimana perjanjian bersama ditandatangani untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran; (Psl. 10 ayat (1) huruf h. Kepmen 10/2005).
Tidak Tercapai kata sepakat
dalam konsiliasi : (Psl. 23 ayat (2) huruf a UU/2/2004)
konsiliator mengeluarkan
anjuran tertulis;
Anjuran Tertulis :
anjuran tertulis dalam waktu
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi
pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; (Psl 23 ayat (2)
huruf b UU/2/2004).
Mengeluarkan anjuran secara
tertulis kepada para pihak apabila penyelesaian perselisihan tidak mencapai
kesepakatan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang
konsiliasi pertama; (Psl. 10 ayat (1) huruf f. Kepmen 10/2005).
Anjuran tertulis konsiliator
memuat : (Psl. 10 ayat (7) Kepmen 10/2005).
a
keterangan pekerja/buruh atau keterangan serikat pekerja/serikat buruh;
b
keterangan pengusaha;
c keterangan
saksi/saksi ahli apabila ada;
d
pertimbangan hukum dan kesimpulan konsiliator;
e isi
anjuran.
Para pihak harus sudah memberikan
jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak
anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah
menerima anjuran tertulis; (Psl. 23 ayat (2) huruf c UU/2/2004)
Menolak anjuran tertulis :
Pihak yang tidak memberikan
pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran
tertulis; (Psl. 23 ayat (2) huruf d UU/2/2004).
Dalam hal para pihak tidak
menjawab anjuran secara tertulis dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
anjuran tertulis dikeluarkan, maka para pihak dianggap menolak anjuran,
selanjutnya konsiliator mencatat dalam buku perselisihan bahwa perselisihan
tidak dapat diselesaiakan melalui konsiliasi. (Psl. 10 ayat 5 Kepmen 10/2005).
Dalam hal anjuran tertulis
ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para
pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan
Industrial pada pengadilan negeri setempat (Psl. 24 ayat (1) UU/2/2004).
.......dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak. (Psl. 24
ayat (2) UU/2/2004).
Menerima anjuran tertulis :
Dalam hal para pihak menyetujui
anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka, dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui,
konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama
untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan
akta bukti pendaftaran. (Psl. 23 ayat (2) huruf deUU/2/2004)
Dalam hal para pihak
menyetujui anjuran dan menyatakannya secara tertulis, maka konsiliator membantu
pembuatan perjanjian bersama selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak
anjuran disetujui para pihak yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan
konsiliator sebagai saksi. (Psl. 10 ayat 6 Kepmen 10/2005).
Pendaftaran perjanjian
bersama di PHI :
(Psl. 23 ayat (3) UU/2/2004)
Pendaftaran Perjanjian
Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan sebagai berikut:
a. Perjanjian Bersama
yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;
b. Apabila Perjanjian Bersama
tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapat
penetapan eksekusi;
c. Dalam hal pemohon eksekusi
berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi
dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten
melaksanakan eksekusi.
Kerahasian keterangan :
Dalam hal konsiliator
mengeluarkan anjuran dengan mempertimbangkan keterangan yang harus dirahasiakan
menurut permintaan pemberi keterangan, maka dalam anjuran konsiliator cukup
menyatakan kesimpulan berdasarkan keterangan yang harus dirahasiakan dalam
pertimbangannya. (Psl. 10 ayat 8 Kepmen 10/2005).
Dalam hal keterangan yang
diperlukan oleh konsiliator terkait dengan seseorang yang karena jabatannya
harus menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Psl 22 ayat (2) UU/2/2004).
Konsiliator wajib
merahasiakan semua keterangan yang diminta. .(Psl 22 ayat (3) UU/2/2004).
Honorarium Konsiliator : (Psl 26 ayat (1) UU/2.2004).
Konsiliator berhak mendapat
honorarium/imbalan jasa berdasarkan penyelesaian perselisihan yang dibebankan
kepada negara.
Pemberhentian Konsiliator :
Pemberhentian konsiliator
dilakukan dengan pencabutan legitimasi oleh Menteri. (Psl. 12 ayat (1) Kepmen
10/2005).
Pencabutan legitimasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena : (Psl. 12 ayat (2) Kepmen
10/2005) :
a
meninggal dunia;
b
permintaan sendiri;
c
terbukti telah melakukan tindak pidana kejahatan;
d
menyalahgunakan jabatan;
e
membocorkan keterangan yang seharusnya dirahasiakan;
f
telah dikenakan pencabutan sementara sebanyak 3 (tiga) kali.
Teguran untuk Konsiliator :
Sebelum dilakukan pencabutan
legitimasi sementara, terhadap konsiliator yang bersangkutan diberikan teguran
tertulis. (Psl. 12 ayat (3) Kepmen 10/2005).
Teguran tertulis diberikan
konsiliator apablia : (Psl. 13 ayat (1) Kepmen 10/2005)
a. Tidak menyampaikan anjuran
tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja dalam hal para
pihak tidak tercapai kesepakatan;
b. Tidak membantu para pihak
membuat perjanjian bersama dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja;
c Tidak menyelesaikan
perselisihan dalam waktu 30 (tiga pulh) hari kerja; aatau
d. Tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g.
Dalam hal sebab-sebab
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) ternyata diakibatkan dari kelalaian
konsiliator maka Bupati/Walikota menjatuhkan teguran tertulis kepada
konsiliator yang berkekdudukan di Kabupaten/Kota. (Psl. 13 ayat (2) Kepmen 10/2005)
Pencabutan sementara :
Pencabutan sementara
dilakukan setelah melalui teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam waktu 2
(dua) bulan. (Psl. 13 ayat (2) Kepmen 10/2005). Pencabutan sementara sebagai
konsiliator berlaku untuk waktu selama 3 (tiga) bulan.(Psl. 14 ayat (1) Kepmen
10/2005. Pencabutan sementara dilakukan dengan menarik legitimasi oleh Menteri.
(Psl. 14 ayat (2) Kepmen 10/2005). Menteri dapat mendelegasikan pencabutan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial, Gubernur atau Bupati/Walikota. (Psl. 14 ayat (3) Kepmen
10/2005).
Selama pancabutan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) konsiliator yang bersangkutan tidak boleh
menangani perselisihan yang baru tetapi wajib menyelesaikan perselisihan yang
sedang ditangani. (Psl. 14 ayat (4) Kepmen 10/2005).
Dalam hal Menteri atau
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial atau Gubernur atau
Bupati/Walikota mencabut legitimasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pencabutan
sementara tersebut harus diumumkan, sekurang-kurangnya ditempatkan pada papan
pengumuman di kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
di tempat konsiliastor terdaftar. (Psl. 14 ayat (5) Kepmen 10/2005).
Dalam hal konsiliator telah
pernah dikenakan pencabutan sementara pertama, maka apbila konsiliator yang
bersangkutan melakukan kelalaian kembali dikenakan pencabutan sementara yang
kedua. (Psl. 15 ayat (1) Kepmen 10/2005).
Dalam hal konsiliator telah
pernah dikenakan pencabutan sementara kedua maka apabila konsiliator yang
bersangkutan mealakukan kelalaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan pencabutan sementara yang ketiga. (Psl. 15 ayat (2) Kepmen
10/2005)
Sebelum konsiliator dikanakan
pencabutan tetap, maka yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penerimaan pemberitahuan
pencabutan sementara yang ketiga. (Psl. 16 ayat (1) Kepmen 10/2005)
Pembelaan diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dihadapan Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk, menjatuhkan teguran tertulis kepada konsiliator yang berkedudukan di
Kabupaten/Kota.
(Psl. 16 ayat (1) Kepmen 10/2005)
Pencabutan legitimasi :
Apabila konsiliator tidak
menggunakan kesempatan membela diri dalam tenggang waktu), maka pejabat
sebagaimana mengusulkan kepada Menteri untuk mencabut legitimasi konsiliator
yang bersangkutan. (Psl. 16 ayat (6) Kepmen 10/2005).
Dalam hal pembelaan diri
tidak dapat diterima, maka Menteri menerbitkan keputusan pencabutan legitimasi
konsiliator yang bersangkutan. (Psl. 16 ayat (8) Kepmen 10/2005).
Penyelesaian Arbitrase.
Penyelesaian mengenai
arbitrase dalam penyelesaian perselisihan bukanlah merupakan hal yang baru.
Penyelesaian melalui arbitrase pernah menjadi alternative penyelesaian dalam
proses sengketa pembuatan perjanjian kerja bersama (permen 1 tahun 1985).
Arbitrase merupakan salah
satu alternative penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan
diluar pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penyelesaian melalui
arbitrase dipimpin oleh seorang abitater.
Arbiter yang berwenang
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial harus arbiter yang telah
ditetapkan oleh Menteri (Psl. 30 ayat (2) UU/2/2004).
Waktu Penyelesaian arbitrase
:
Arbiter wajib menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak penandatanganan surat
perjanjian penunjukan arbiter. (Psl. 40 ayat (1) UU No/2/2004).
Perpanjangan waktu
penyelesaian :
Atas kesepakatan para pihak,
arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan
hubungan industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari kerja. (Psl. 40 ayat (2) UU No/2/2004).
Syarat-syarat arbitater : (Psl. 31 ayat (1) UU/2/2004)
; (Psl 2 ayat (1) Permen 5 tahun 2005).
a. beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. cakap melakukan
tindakan hukum;
c. warga negara Indonesia;
d. pendidikan
sekurang-kurangnya Strata Satu (S1);
e. berumur sekurang-kurangnya
45 (empat puluh lima)
tahun;
f. berbadan sehat sesuai
dengan surat
keterangan dokter;
g. menguasai peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan sertifikat
atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase; dan
h. memiliki pengalaman
di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun : (Psl 2 ayat (2) Permen 5
tahun 2005).
1) Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial;
2) Kuasa hukum
penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
3) Pengurus serikat
pekerja / serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha ;
d. Konsultan hukum bidang hubungan
industrial;
4) Pengelola sumber daya
manusia di perusahaan;
5) Dosen , tenaga
pengajar dan peneliti di bidang hubungan industrial;
6) Anggota P4D /P4P
atau Panitera P4D / P4P;
7) Narasumber atau
pembicara dalam seminar, lokakarya, simposium dan lain - lain di bidang
hubungan industrial.
Dalam hal calon arbiter tidak
memenuhi pengalaman 5 ( lima
) tahun untuk salah satu kegiatan, maka pengalaman 5 ( lima ) tahun dapat diperhitungkan dari
penggabungan beberapa kegiatan. (Psl 2 ayat (3) Permen 5 tahun 2005).
Calon arbiter harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui Bupati / Walikota c.q
kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
dengan melampirkan : (Psl 3 ayat (1) Permen 5 tahun 2005). a. Surat pernyataan tidak
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI / POLRI ;
b. Daftar riwayat hidup
calon konsiliator ; c. Copy ijazah pendidikan minimal Strata Satu ( S1 )
yang telah dilegalisir rangkap 2 ( dua ) ;
d. Surat keterangan berbadan sehat dari Dokter ;
e. Surat
berkelakuan baik dari kepolisian ;
f. Copy KTP yang masih
berlaku ;
g. Pas foto berwarna
terbaru ukuran 3x4 cm, sebanyak 4 ( empat ) lembar ; h. Surat keterangan telah memiliki pengalaman di
bidang hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 3 ).
Proses sebelum penunjukan
arbiter:
Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak
yang berselisih. (Psl. 32 ayat (1).UU/2/2004). Dinyatakan secara tertulis dalam
surat
perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) dan masing-masing pihak
mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. (Psl. 32 ayat
(2).UU/2/2004).
Surat perjanjian arbitrase,
sekurang-kurangnya memuat: (Psl. 32 ayat (3).UU/2/2004).
a. Nama lengkap dan
alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
b. Pokok-pokok persoalan
yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase untuk
diselesaikan dan diambil putusan;
c. Jumlah arbiter yang
disepakati;
d. Pernyataan para pihak
yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase; dan
e. Tempat, tanggal
pembuatan surat
perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.
Pemilihan dan penunjukan
arbitater :
Dalam hal para pihak telah
menandatangani surat
perjanjian arbitrase para pihak berhak memilih arbiter dari daftar
arbiter yang ditetapkan oleh Menteri. (Psl. 33 ayat (1).UU/2/2004). Para pihak yang berselisih dapat menunjuk arbiter
tunggal atau beberapa arbiter (majelis)
dalam jumlah gasal sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang. (Psl. 33
ayat (2).UU/2/2004).
Dalam hal para pihak sepakat
untuk menunjuk arbiter tunggal, maka para pihak harus sudah mencapai
kesepakatan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja tentang nama
arbiter dimaksud. (Psl. 33 ayat (3).UU/2/2004).Dalam hal para pihak
sepakat untuk menunjuk beberapa arbiter (majelis) dalam jumlah gasal,
masing-masing pihak berhak memilih seorang arbiter dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sedangkan arbiter ketiga ditentukan
oleh para arbiter yang ditunjuk dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja untuk diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase. (Psl. 33 ayat
(4).UU/2/2004). Penunjukan dilakukan secara tertulis. (Psl. 33 ayat
(5).UU/2/2004).
Tidak ada kata sepakat atas
nama arbiter :
Dalam hal para pihak tidak
sepakat untuk menunjuk arbiter baik tunggal maupun beberapa arbiter (majelis)
dalam jumlah gasal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka atas permohonan
salah satu pihak Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter dari daftar arbiter
yang ditetapkan oleh Menteri. (Psl. 33 ayat (6).UU/2/2004).
Seorang arbiter yang diminta
oleh para pihak, wajib memberitahukan kepada para pihak tentang hal yang
mungkin akan mempengaruhi kebebasannya atau menimbulkan keberpihakan putusan
yang akan diberikan. (Psl. 33 ayat (7).UU/2/2004). (minta sogokan)
Arbiter yang menerima
penunjukan :
Seseorang yang menerima
penunjukan sebagai arbiter harus memberitahukan kepada para pihak mengenai
penerimaan penunjukannya secara tertulis. (Psl. 33 ayat (8).UU/2/2004).
Arbiter yang bersedia unutk
ditunjuk membuat perjanjian penunjukan arbiter dengan pihak yang berselisih,
isi dari perjanjian itu sekurang-kurangnya memuat : (Psl. 34 ayat
(2).UU/2/2004).
a. Nama lengkap dan
alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih dan arbiter;
b. Pokok-pokok persoalan yang
menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbiter untuk diselesaikan dan
diambil keputusan;
c. Biaya arbitrase dan
honorarium arbiter;
d. Pernyataan para pihak
yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase;
e. Tempat, tanggal
pembuatan surat
perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih dan arbiter;
f. Pernyataan arbiter
atau para arbiter untuk tidak melampaui kewenangannya dalam penyelesaian
perkara yang ditanganinya; dan
g. Tidak mempunyai
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah
satu pihak yang berselisih.
Perjanjian arbiter
sekurang-kurangnya dibuat rangkap 3 (tiga), masing-masing pihak dan arbiter
mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. (Psl. 34 ayat
(3).UU/2/2004). Dalam hal arbitrase dilakukan oleh beberapa arbiter, maka asli
dari perjanjian tersebut diberikan kepada Ketua Majelis Arbiter. (Psl. 34 ayat
(4).UU/2/2004)
Dalam hal arbiter telah
menerima penunjukan dan menandatangani surat
perjanjian maka yang bersangkutan tidak dapat menarik diri, kecuali atas
persetujuan para pihak. (Psl. 35 ayat (1).UU/2/2004).
Arbiter menarik
diri/meninggal dunia :
Arbiter yang akan menarik
diri, harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada para pihak. (Psl. 35
ayat (2) UU/2/2004).
Dalam hal para pihak dapat
menyetujui permohonan penarikan diri maka yang bersangkutan dapat dibebaskan
dari tugas sebagai arbiter dalam penyelesaian kasus tersebut. (Psl. 35 ayat (3)
UU/2/2004).
Dalam hal permohonan
penarikan diri tidak mendapat persetujuan para pihak, arbiter harus mengajukan
permohonan pada Pengadilan Hubungan Industrial untuk dibebaskan dari tugas
sebagai arbiter dengan mengajukan alasan yang dapat diterima. (Psl. 35 ayat (4)
UU/2/2004).
Dalam hal arbiter tunggal
mengundurkan diri atau meninggal dunia, maka para pihak harus menunjuk arbiter
pengganti yang disepakati oleh kedua belah pihak. (Psl. 36 ayat (1) UU/2/2004)
Dalam hal arbiter yang dipilih oleh para pihak mengundurkan diri, atau
meninggal dunia, maka penunjukan arbiter pengganti diserahkan kepada pihak yang
memilih arbiter. (Psl. 36 ayat (2) UU/2/2004) Dalam hal arbiter ketiga yang
dipilih oleh para arbiter mengundurkan diri atau meninggal dunia, maka para
arbiter harus menunjuk arbiter pengganti berdasarkan kesepakatan para arbiter.
(Psl. 36 ayat (3) UU/2/2004) para pihak harus sudah mencapai kesepakatan
menunjuk arbiter pengganti dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja.
(Psl. 36 ayat (4) UU/2/2004)
Apabila para pihak atau para
arbiter sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak mencapai kesepakatan, maka
para pihak atau salah satu pihak atau salah satu arbiter atau para arbiter
dapat meminta kepada Pengadilan Hubungan Industrial untuk menetapkan arbiter
pengganti dan Pengadilan harus menetapkan arbiter pengganti dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan
penggantian arbiter. (Psl. 36 ayat (5) UU/2/2004). Arbiter pengganti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 harus membuat pernyataan kesediaan menerima
hasil-hasil yang telah dicapai dan melanjutkan penyelesaian perkara.
Tuntutan bagi arbiter :
Arbiter yang telah ditunjuk
oleh para pihak berdasarkan perjanjian arbitrase dapat diajukan tuntutan ingkar
kepada Pengadilan Negeri apabila cukup alasan dan cukup bukti otentik yang
menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas
dan akan berpihak dalam mengambil putusan. (Psl. 38 ayat (1) UU/2/2004).
Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula diajukan apabila terbukti
adanya hubungan kekeluargaan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau
kuasanya. (Psl. 38 ayat (2) UU/2/2004). Putusan Pengadilan Negeri mengenai
tuntutan ingkar tidak dapat diajukan perlawanan. (Psl. 38 ayat (3) UU/2/2004).
Hak Ingkar : (Psl. 39 UU/2/2004).
1. Hak ingkar terhadap arbiter
yang diangkat oleh Ketua Pengadilan ditujukan kepada Ketua Pengadilan yang
bersangkutan.
2. Hak ingkar terhadap arbiter
tunggal yang disepakati diajukan kepada arbiter yang bersangkutan.
3. Hak ingkar terhadap anggota
majelis arbiter yang disepakati diajukan kepada majelis arbiter yang
bersangkutan.
Pemeriksaan dalam arbitrase :
Pemeriksaan atas perselisihan
harus dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah
penandatanganan surat
perjanjian penunjukan arbiter.(Psl 40 ayat (2) UU/2/2004)
Pemeriksaan perselisihan
hubungan industrial oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara tertutup
kecuali para pihak yang berselisih menghendaki lain.(Psl 41 UU/2/2004)
Dalam sidang arbitrase, para
pihak yang berselisih dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. .(Psl 42 UU/2/2004).
Dalam persidangan arbitrase
para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis maupun lisan
pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk
menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis
arbiter. (Psl 45 ayat (1) UU/2/2004)
Arbiter atau majelis arbiter
berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan penjelasan tambahan secara
tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu
yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbiter. (Psl 45 ayat (2) UU/2/2004)
Saksi dalam Arbitrase :
Arbiter atau majelis arbiter
dapat memanggil seorang saksi atau lebih atau seorang saksi ahli atau lebih
untuk didengar keterangannya. (Psl 46 ayat (1) UU/2/2004). Sebelum memberikan keterangan
para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing. (Psl 46 ayat (2) UU/2/2004). Biaya
pemanggilan dan perjalanan rohaniawan untuk melaksanakan pengambilan sumpah
atau janji terhadap saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak yang meminta.
(Psl 46 ayat (3) UU/2/2004). Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi
ahli dibebankan kepada pihak yang meminta. (Psl 46 ayat (4) UU/2/2004). Biaya
pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli yang diminta oleh arbiter
dibebankan kepada para pihak. (Psl 46 ayat (5) UU/2/2004).
Barang siapa yang diminta
keterangannya oleh arbiter atau majelis arbiter guna penyelidikan untuk
penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini
wajib memberikannya, termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat
yang diperlukan. (Psl 47 ayat (1) UU/2/2004).
Kerahasiaan kesaksian : (Psl. 47 ayat (2) dan (3)
UU/2/2004)
Dalam hal keterangan yang
diperlukan oleh arbiter terkait dengan seseorang yang karena jabatannya harus
menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arbiter wajib merahasiakan
semua keterangan yang diminta
Para pihak tidak hadir : (Psl. 43 UU/2/2004)
- Apabila pada hari sidang para pihak yang
berselisih atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir,
walaupun telah dipanggil secara patut, maka arbiter atau majelis arbiter
dapat membatalkan perjanjian penunjukan arbiter dan tugas arbiter atau
majelis arbiter dianggap selesai.
- Apabila pada hari sidang pertama dan
sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak atau kuasanya tanpa suatu
alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah dipanggil secara
patut, arbiter atau majelis arbiter dapat memeriksa perkara dan
menjatuhkan putusannya tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya.
Dalam hal terdapat biaya yang
dikeluarkan berkaitan dengan perjanjian penunjukan arbiter
sebelum perjanjian tersebut dibatalkan oleh arbiter atau majelis arbiter,
biaya tersebut tidak dapat diminta kembali oleh para pihak. (Psl. 43 ayat (3)
UU/2/2004)
Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua
belah pihak yang berselisih. (Psl. 44 ayat (1) UU/2/2004)
Terdapat perdamaian dalam
arbitrase :
Apabila perdamaian tercapai,
maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang
ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis
arbiter. (Psl. 44 ayat (2) UU/2/2004). Akta Perdamaian didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter
mengadakan perdamaian. (Psl. 44 ayat (3) UU/2/2004).
Pendaftaran Akta Perdamaian
dilakukan sebagai berikut:
a. Akta Perdamaian yang
telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Akta Perdamaian;
b. Apabila Akta
Perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Akta Perdamaian didaftar untuk
mendapat penetapan eksekusi;
c. Dalam hal pemohon
eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Akta Perdamaian, maka pemohon eksekusi
dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten
melaksanakan eksekusi.
Apabila upaya
perdamaian gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang
arbitrase. (Psl. 44 ayat (4) UU/2/2004
Putusan arbitrase :
Putusan sidang arbitrase
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian,
kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum. (Psl. 49 ayat (4) UU/2/2004)
Putusan arbitrase memuat:
(Psl. 50 ayat (1) UU/2/2004)
a. Kepala putusan yang
berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. Nama lengkap dan
alamat arbiter atau majelis arbiter;
c. Nama lengkap dan
alamat para pihak;
d. Hal-hal
yang termuat dalam surat
perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang berselisih;
e. Ikhtisar dari
tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut para pihak yang
berselisih;
f. Pertimbangan yang menjadi
dasar putusan;
g. Pokok putusan;
h. Tempat dan tanggal
putusan;
i. Mulai berlakunya
putusan; dan
j. Tanda tangan arbiter
atau majelis arbiter.
Arbiter tidak tanda tangan
putusan
Tidak ditandatanganinya
putusan arbiter oleh salah seorang arbiter dengan alasan sakit atau meninggal
dunia tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya putusan. (Psl. 50 ayat (2)
UU/2/2004)
Alasan tentang tidak adanya
tanda tangan harus dicantumkan dalam putusan.
Waktu pelaksanaan putusan :
Dalam putusan, ditetapkan
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja harus sudah dilaksanakan. (Psl.
50 ayat (4) UU/2/2004)
Kekuatan putusan arbiter :
Putusan arbitrase mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang
berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. (Psl.
51 ayat (1) UU/2/2004) Putusan didaftarkan di Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan
putusan. (Psl. 51 ayat (2) UU/2/2004)
Putusan tidak dilaksanakan
oleh salah satu pihak :
Dalam hal putusan arbitrase
tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap
siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk
dijalankan. (Psl. 51 ayat (3) UU/2/2004) Perintah harus diberikan dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
permohonan didaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri setempat dengan
tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase. (Psl. 51
ayat (4) UU/2/2004)
Pengajuan permohonan
pembatalan putusan arbiter :
Terhadap putusan arbitrase,
salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya
putusan arbiter, apabila putusan diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
(Psl. 52 ayat (1) UU/2/2004) :
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam
pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil
ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak
lawan;
c. Putusan diambil dari tipu
muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan;
d. Putusan melampaui
kekuasaan arbiter hubungan industrial; atau
e. Putusan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal permohonan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan, Mahkamah Agung menetapkan
akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. (Psl.
52 ayat (2) UU/2/2004) Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima
permohonan pembatalan. (Psl. 52 ayat (3) UU/2/2004) :
Perselisihan hubungan
industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak
dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. (Psl. 53
UU/2/2004)
Tanggung jawab hukum arbiter
:
Arbiter atau majelis arbiter
tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan yang
diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya
sebagai arbiter atau majelis arbiter, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad
tidak baik dari tindakan tersebut. (Psl. 54 UU/2/2004).
Sanksi untuk arbiter
: Psl.
9 Permen 2/2005
a. Teguran tertulis ;
Diberikan atas pengaduan
salah satu dan atau para pihak karena arbiter : (Psl. 10 ayat (1) Permen
2/2005 huruf a dan b)
- Tidak dapat
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang ditanganinya
dalam waktu 30 ( tiga puluh )
hari atau 44 ( empat puluh empat ) hari dalam hal
terdapat kesepakatan para
pihak mengenai perpanjangan penyelesaiaan
arbitrase ; dan atau
- Tidak membuat berita acara
kegiatan pemeriksaan.
b. Pencabutan sementara
sebagi arbiter ; atau
Pencabutan sementara,
dilakukan dalam hal arbiter yang bersangkutan telah mendapat 3 ( tiga ) kali
teguran tertulis dalam waktu 2 ( dua ) bulan. (Psl. 10 ayat (2) Permen
2/2005)
Teguran tertulis dan
pencabutan sementara diberikan oleh Menteri atas usul kepala instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi, Kabupaten/Kota di tempat
arbiter melakukan arbitrase. (Psl. 10 ayat (3) Permen 2/2005)
c.Pencabutan tetap sebagai
arbiter.
Dilakukan oleh Menteri dalam
hal : (Psl. 11 ayat (1) Permen 2/2005)
a. Putusan yang diambil
melampaui kekuasaannya atau putusan bertentangan
dengan undang - undang yang
dibuktikan dengan putusan Mahkamah Agung
sebanyak 3 ( tiga ) kali
;
b. Terbukti melakukan
tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum
tetap ;
c. Menyalahgunakan
jabatan ;
d. Telah dijatuhi
pencabutan sementara sebagai arbiter sebanyak 3 ( tiga ) kali
Dalam hal arbiter akan
dicabut dengan alasan maka arbiter yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
melakukan pembelaan diri dalam waktu 14 ( empat belas ) hari kerja sejak
tanggal penerimaan pengaduan. (Psl. 11 ayat (3) Permen 2/2005)
Pembelaan arbiter diterima
:
Dalam hal pembelaan arbiter
dapat diterima, maka Menteri mencabut kembali pencabutan sementara ketiga.
(Psl. 12 ayat (6) Permen 2/2005)
Pembelaan arbiter ditolak :
Dalam hal pembelaan diri
arbiter tidak dapat diterima, maka Menteri melakukan pencabutan tetap
sebagai arbiter. (Psl. 12 ayat (7) Permen 2/2005)
Pemberhentian arbiter : (Psl. 13 Permen 2/2005)
1. Meninggal dunia ;
2. Permintaan sendiri ;
3. Dicabut kewenangan
sebagai arbiter.
4. Penyelesaian Pengadilan
Hubungan Industrial.
Keberadaan PHI :
Pengadilan Hubungan
Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan
umum. (Psl. 55/2/2004).
Acara yang dipakai :
Hukum acara yang berlaku pada
Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus
dalam undang-undang ini. (Psl. 57/2/2004).
Susunan Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari: (Psl. 60 ayat (1) /2/2004).
a. Hakim;
b. Hakim Ad-Hoc;
c. Panitera Muda; dan
d. Panitera Pengganti.
Susunan para mahkamah agung :
(Psl. 60 ayat (1) /2/2004).
a. Hakim Agung
b. Hakim Ad-Hoc pada
Mahkamah Agung; dan
c. Panitera.
Syarat hakim ad hoc : (Psl. 64 ayat (1) /2/2004).
Untuk dapat diangkat menjadi
Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah
Agung, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
c. setia kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berumur paling rendah
30 (tiga puluh) tahun;
e. berbadan sehat sesuai
dengan keterangan dokter;
f. berwibawa, jujur,
adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g. berpendidikan
serendah-rendahnya strata satu (S.1) kecuali bagi Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah
Agung syarat pendidikan sarjana hukum; dan
h. berpengalaman di
bidang hubungan industrial minimal 5 tahun.
Hakim Ad-Hoc tidak boleh
merangkap jabatan sebagai: (Psl. 66 ayat (1) /2/2004).
a. anggota Lembaga
Tinggi Negara;
b. kepala daerah/kepala
wilayah;
c. lembaga legislatif
tingkat daerah;
d. pegawai negeri sipil;
e. anggota TNI/Polri;
f. pengurus partai
politik;
g. pengacara;
h. mediator;
i. konsiliator;
j. arbiter; atau
k. pengurus serikat
pekerja/serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha.
Dalam hal seorang Hakim
Ad-Hoc yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), jabatannya sebagai Hakim Ad-Hoc dapat dibatalkan. (Psl. 66 ayat (2)
/2/2004).
Pengajuan Gugatan : (Psl. 81 /2/2004).
Gugatan perselisihan hubungan
industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.
Pengajuan gugatan yang tidak
dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim
Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada pengugat.
(Psl. 83 ayat (1)UU/2/2004). Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan dan bila
terdapat kekurangan, hakim meminta pengugat untuk menyempurnakan gugatannya.
(Psl. 83 ayat (1)UU/2/2004). Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat
dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus.(Psl.
84.UU/2/2004).
Pencabutan gugatan :
Penggugat dapat sewaktu-waktu
mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. .(Psl. 85 ayat (1)
UU/2/2004). Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu,
pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan
Industrial hanya apabila disetujui tergugat.(Psl. 85 ayat (1) UU/2/2004).
Terdapat perselisihan hak dan
kepentingan dalam gugatan :
Dalam hal perselisihan hak
dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan
hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib memutus terlebih
dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan. .(Psl. 86
UU/2/2004).
Kuasa Hukum :
Serikat pekerja/serikat
buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk
beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya. .(Psl. 87
UU/2/2004).
Penunjukan hakim :
Ketua Pengadilan Negeri dalam
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima gugatan harus
sudah menetapkan Majelis Hakim yang terdiri atas 1 (satu) orang Hakim sebagai
Ketua Majelis dan 2 (dua) orang Hakim Ad-Hoc sebagai Anggota Majelis
yang memeriksa dan memutus perselisihan. (Psl. 88 UU/2/2004).
Acara biasa :
Dalam waktu selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan Majelis Hakim, maka Ketua Majelis
Hakim harus sudah melakukan sidang pertama. (Psl. 89 ayat (1) UU/2/2004).
Pemanggilan para pihak :
Pemanggilan untuk datang ke
sidang dilakukan secara sah apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada para pihak di alamat
tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui disampaikan di
tempat kediaman terakhir. (Psl. 89 ayat (2) UU/2/2004).
Apabila pihak yang dipanggil
tidak ada di tempat tinggalnya atau tempat tinggal kediaman terakhir, surat panggilan
disampaikan melalui Kepala Kelurahan atau Kepala Desa yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal pihak yang dipanggil atau tempat kediaman yang
terakhir. (Psl. 89 ayat (3) UU/2/2004).
Penerimaan surat penggilan oleh pihak yang dipanggil
sendiri atau melalui orang lain dilakukan dengan tanda penerimaan. (Psl.
89 ayat (4) UU/2/2004).
Apabila tempat tinggal maupun
tempat kediaman terakhir tidak dikenal, maka surat panggilan ditempelkan pada tempat
pengumuman di gedung Pengadilan Hubungan Industrial yang
memeriksanya. (Psl. 89 ayat (5) UU/2/2004).
Para pihak tidak hadir :
Hari sidang berikutnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penundaan. (Psl. 93 ayat (1)
UU/2/2004). Penundaan sidang karena ketidakhadiran salah satu atau para
pihak diberikan sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali penundaan. (Psl.93 ayat (2)
UU/2/2004).
Dalam hal penggugat atau
kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 tidak datang menghadap Pengadilan pada sidang penundaan
terakhir, maka gugatannya dianggap gugur, akan tetapi penggugat berhak
mengajukan gugatannya sekali lagi. (Psl.94 ayat (1) UU/2/2004)
Dalam hal tergugat atau kuasa
hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 tidak datang menghadap Pengadilan pada sidang penundaan terakhir ,maka
Majelis Hakim dapat memeriksa dan memutus perselisihan tanpa dihadiri tergugat.
(Psl.94 ayat (2) UU/2/2004)
Saksi :
Majelis Hakim dapat memanggil
saksi atau saksi ahli untuk hadir di persidangan guna diminta dan didengar
keterangannya. (Psl. 90 ayat (1) UU/2/2004).
Setiap orang yang dipanggil
untuk menjadi saksi atau saksi ahli berkewajiban untuk memenuhi panggilan dan
memberikan kesaksiannya di bawah sumpah. (Psl. 90 ayat (2)
UU/2/2004).
Barang siapa yang diminta
keterangannya oleh Majelis Hakim guna penyelidikan untuk penyelesaian
perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini wajib
memberikannya tanpa syarat, termasuk membukakan buku dan memperlihatkan
surat-surat yang diperlukan. (Psl. 91 ayat (1) UU/2/2004). Hakim wajib
merahasiakan semua keterangan yang diminta (Psl. 91 ayat (3) UU/2/2004).
Dalam hal keterangan yang
diminta Majelis Hakim terkait dengan seseorang yang karena jabatannya harus
menjaga kerahasian, maka harus ditempuh prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Psl. 91 ayat (2) UU/2/2004)
Putusan sela kewajiban
pengusaha :
Apabila dalam persidangan
pertama, secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3) Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang harus segera
menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah
beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan.
(Psl 96 ayat (1) UU/2/2004) Putusan Sela dapat dijatuhkan pada hari
persidangan itu juga atau pada hari persidangan kedua. (Psl 96 ayat (2)
UU/2/2004). Putusan Sela dan Penetapan tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau
tidak dapat digunakan upaya hukum. (Psl 96 ayat (4) UU/2/2004).
Dalam hal selama pemeriksaan
sengketa masih berlangsung dan Putusan Sela sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita
Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial. (Psl 96 ayat (3)
UU/2/2004).
Putusan pengadilan hubungan
industrial :
Dalam putusan Pengadilan
Hubungan Industrial ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan dan/atau hak yang
harus diterima oleh para pihak atau salah satu pihak atas setiap penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. (Psl 97 UU/2/2004).
Pemeriksaan Dengan Acara
Cepat :
Apabila terdapat kepentingan
para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup mendesak yang harus dapat
disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan, para pihak
dan/atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial
supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. (Psl 98 ayat (1) UU/2/2004).
Dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak
dikabulkannya permohonan tersebut. (Psl 98 ayat (2) UU/2/2004). Terhadap
penetapan tidak dapat digunakan upaya hukum. (Psl 98 ayat (3) UU/2/2004).
Pasal 99
(1) Dalam hal permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan
Negeri dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah dikeluarkannya penetapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2), menentukan majelis hakim, hari,
tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan.
(2) Tenggang waktu untuk
jawaban dan pembuktian kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak
melebihi 14 (empat belas) hari kerja.
Putusan Hakim :
Putusan Mejelis Hakim dibacakan dalam sidang terbuka
untuk umum. (Psl 101 UU/2/2004).
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial
dapat mengeluarkan putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun
putusannya diajukan perlawanan atau kasasi. (Psl 107/2/2004).
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. (Psl 109/2/2004).
Putusan Memuat :
a. Kepala putusan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman
atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
c. Ringkasan
pemohon/penggugat dan jawabatan termohon/tergugat yang jelas;
d. Pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang
diajukan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. Alasan hukum
yang menjadi dasar putusan;
f. Amar putusan
tentang sengketa;
g. Hari, tanggal putusan, nama Hakim, Hakim Ad-Hoc
yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya
para pihak.
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial ditandatangani
oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera
Pengganti. (Psl. 104UU/2/2004)
Para
pihak tidak menghadiri pembacaan putusan :
Dalam hal salah satu pihak tidak hadir dalam
sidang, Ketua Majelis Hakim
memerintahkan kepada Panitera Pengganti untuk menyampaikan pemberitahuan
putusan kepada pihak yang tidak hadir tersebut. (Psl 101 ayat (2) UU/2/2004)
Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial
dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan Majelis
Hakim dibacakan, harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak
yang tidak hadir dalam sidang (Psl 105 UU/2/2004).
Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah
putusan ditandatangani, Panitera Muda harus sudah menerbitkan salinan
putusan. (Psl (106 UU/2/2004).
Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah salinan putusan diterbitkan
harus sudah mengirimkan salinan putusan kepada para pihak. (Psl
(1067UU/2/2004).
Kasasi :
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja
mempunyai kekuatan hukum tetap apabila
tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja: (Psl 110 UU/2/2004)
a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejak
putusan di bacakan dalam sidang majelis hakim;
b. bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak
tanggal menerima pemberitahuan putusan.
Salah satu pihak atau para pihak yang hendak
mengajukan permohonan kasasi harus
menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. (Psl 111 UU/2/2004).
Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan
berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung.
(Psl 111 UU/2/2004).