Jumat, 11 April 2014

Mengenal Hukum Perburuhan / Hak2 Normative Buruh

0 komentar

Mengenal Hukum Perburuhan/Hak2 Normative Buruh
Oleh : RZQ ( pengurus FPBI wilayah Yogyakarta )

Hukum perburuhan secara umum bisa dipahami hukum yang dibuat untuk mengatur hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerjanya. Dari hal mengenai produksinya, hubungan kerjanya, sampai dengan hak dan kewajiban kedua pihak.
Pada dasarnya, ada dua pihak yang memiliki kepentingan besar dalam hukum perburuhan, yaitu buruh dan pengusaha :
-       Kepentingan buruh dalam hukum perburuhan adalah mengenai perlindungan hak2nya setelah ia memenuhi kewajiban kerjanya, seperti upahnya, perlindungan keselamatan kerja, status kerja, liburan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak asasinya
-       Kepentingan pengusaha dalam hukum perburuhan adalah mengenai bagaimana caranya pengusaha melindungi produksinya, keuntungannya, dan jalannya produksi yang lancar dan aman dari gangguan tuntutan buruh. juga yang menjadi kepentingan pengusaha adalah bagaimana caranya agar pengusaha tidak mengeluarkan kewajiban yang besar yang dapat merugikannya.
Dari dua kepentingan itu, siapa yang paling terlindungi kepentingannya??? Yang pastinya adalah siapa yang memiliki kekuatan paling besar. Sudah pasti pengusaha dengan kekuatan modalnya dapat terlindungi kepentingannya dengan menguasai struktur hukum dan politiknya.
Hak dan Kepentingan Buruh dalam Perundang2an disebut  Hak Normative, dimana dalam Logika Hukumnya tanpa diminta pun Pengusaha diwajibkan untuk memberikan segala Hak2 Normative Buruh yang sudah diatur dalam perundang2an.
Untuk mempermudahnnya Hak Normative tersebut dibagi menjadi 4 kategori :
1.    Hak bersifat ekonomis ; misalnya upah, Tunjangan Hari Raya, Tunjangan hari tua fasilitas perumahan dll.
2.    Hak bersifat politis ; misalnya hak membentuk serikat buruh, hak menjadi atau tidak menjadi anggota serikat buruh, hak mogok, hak tidak diskriminatif, dll
3.    Hak bersifat medis ; misalnya hak atas keselamatan dan kesehatan kerja, hak melahirkan, hak istirahat, hak menyusui anak, hak atas jaminan pemeliharaan kerja, larangan mempekerjakan anak, dll
4.    Hak bersifat sosial ; misalnya hak cuti kawin, libur resmi, pembatasan pekerjaan anak dan perempuan pada malam hari, dll

Dan Hak2 tersebut tertuang dalam UUD “45”, UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, UU Serikat Pekerja No.21 tahun 2000, UU JamSosTek No.3 tahun 1992, UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial No. 2 tahun 2004, Konvensi ILO, PerMen/KepMen, dan peraturan2 lainnya.

Tentang Upah : Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
Pasal 88 :
     ayat (1) menyatakan : Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;
     ayat (2) menyatakan : Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh;
      ayat (3) menyatakan : Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a)     upah minimum;
b)     upah kerja lembur;
c)     upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d)     upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e)     upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f)      bentuk dan cara pembayaran upah
g)     denda dan potongan upah;
h)     hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i)      struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j)      upah untuk pembayaran pesangon; dan
k)     upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
     ayat (4) menyatakan : Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 89 :
     ayat (1) menyatakan : Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas :
a)     upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b)     upah minimum berdasrakan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
c)     upah miminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
      ayat (2)  menyatakan : Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
Pasal 90 :
     ayat (1) menyatakan : Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
Sanksi diatur dalam  Pasal 185 :
     ayat (1) menyatakan : Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);
     ayat (2) menyatakan : Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Tentang Waktu/Jam Kerja Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Pasal 77  :
     ayat (1) menyatakan : Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
     ayat (2) menyatakan : Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a)    7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b)    8(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 78 :
     ayat (1) menyatakan : Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :
a)     ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b)     waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
     ayat (2) menyatakan : Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
     ayat (3) menyatakan : Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Pasal 85 :
     ayat (1) menyatakan : Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
     ayat (2) menyatakan : Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
     ayat (3) menyatakan : Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Sanksi diatur dalam Pasal 187 :
     ayat (1) menyatakan : Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan Pasal 85 ayat (3), dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
     ayat (2) menyatakan : Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Sanksi diatur dalam Pasal 188 :
     ayat (1) menyatakan : Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1), dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
     ayat (2) menyatakan :Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.

Tentang Hubungan Kerja Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Pasal 60 :
     ayat (1) Menyatakan : Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
     Ayat (2) menyatakan : Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Tentang Hubungan Kerja (OutSourcing) Dalam PerMenNaKer No. 19 tahun 2012
Pasal 3 :
Ø  ayat (1) Menyatakan : Perusahaan pemberi kerja dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima borongan,
Ø  ayat (2) Menyatakan : Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.    Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
b.    Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemberi pekerjaan.
c.    Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai perundang-undangan; dan
d.    Tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Pasal 17 : Persyaratan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
Ø  Ayat (1) menyatakan : perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Ø  Ayat (2) menyatakan : pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Ø  Ayat (3) menyatakan : kegiatan jasa penunjang yang sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi :
a.    Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service).
b.    Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering).
c.    Usaha tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan).
d.    Usaha jasa penunjang dipertambangan dan perminyakan; dan
e.    Usaha penyedia angkutan bagi pekerja/buruh.

Tentang Serikat Pekerja/Buruh Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2000.
Pasal 28 :
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara :
a)     melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b)     tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c)     melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
d)     melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Sanksi diatur dalam Pasal 43 :
     ayat (1) menyatakan : Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
     ayat (2) menyatakan : Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Dan masih banyak lagi hal lainnya yang berhubungan dengan hak-hak pekerja/buruh yang diatur dalam Undang-Undang yang berlaku.
Ketika  kita telah membaca uraian diatas apakah hak-hak kita sebagai pekerja/buruh telah seluruhnya diberikan oleh pengusaha ??? Jawabannya jelas belum, karena mayoritas pekerja/buruh di negeri kita masih buta Hukum/Undang-Undang yang melindungi hak-hak kita sebagai pekerja.
Melihat dari minimnya pemahaman Hukum/Undang-Undang pada pekerja/buruh dan banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengusaha terhadap pekerja/buruh, ini menjadi satu peluang bagi kita sesama pekerja/buruh untuk membentuk sekolah-sekolah pekerja/buruh agar pekerja/buruh dapat memahami apa saja yang menjadi hak-haknya dalam Hukum/Undang-Undang dengan mempersatukan diri dan membangun organisasi/serikat pekerja/buruh yang besar, kuat, dan solid dimana berfungsi untuk memperjuangkan hak-hak seluruh pekerja/buruh.
Kenapa pekerja/buruh harus berserikat ??? Karena, penindasan/perilaku sewenang-wenang pengusahalah yang membuat kita pekerja/buruh harus beroganisasi/berserikat, penindasan yang dilakukan oleh pengusaha tidaklah mungkin dihadapi secara sendiri-sendiri oleh pekerja/buruh, karena posisinya pasti tidak seimbang. Tetapi kalau pekerja/buruh berorganisasi/berserikat posisinya akan semakin kuat dan solid, ibaratnya sapu lidi jika satu batang akan sangat mudah dipatahkan, tetapi jika jumlahnya banyak dan terikat secara rapih, lidi tersebut tidak akan mudah dipatahkan. Dan berorganisasi/berserikat diizinkan oleh negara, bahkan telah diatur dalam Undang-Undang yang ada didalam negeri ini, baik itu UUD 1945 pasal 28, UUK 13 Tahun 2003, maupun dalam Undang-Undang tentang kebebasan berorganisasi/berserikat bagi pekerja/buruh dalam UU 21 Tahun 2000.

Selamat Membaca….. !!!




Bersatu, Belajar, Berjuang bersama-sama untuk Sejahtera
Rakyat Bersatu, Tak Bisa DIKALAHKAN !!!
Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera !!!
*****



Read more...

DISKUSI POLITIK MEMBEDAH PEMILU BORJUASI 2014

0 komentar
DISKUSI POLITIK
MEMBEDAH PEMILU BORJUASI 2014
Oleh : Restu Baskara

Pengantar
Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tidak terlepas dari aktivitas ekonomi dan politik. dalam pengertian secara sederhana, ekonomi =hasil, dan politik=cara. Jadi ekonomi tidak bisa dilepaskan dengan politik. Bagaimana bisa mendapatkan hasil yang maksimal, tentunya dengan cara yang bagus. Tentunya dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, memerlukan politik sebagai akses dalam mengelola dan mengisi bangsa dan negara. Politik yang berwujud sistem politik di Indonesia adalah parlementer dan Trias Politica. Di dalam sistem demokrasi politik, kita menganut sistem pemilihan yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali untuk menentukan legislatif (DPR) dan eksekutif (presiden). Dan ini harus dilakukan oleh alat politik (partai politik) sebagai wadah aspirasi dan perwakilan rakyat didalamnya dalam mencapai, mengisi dan melaksanakan kekuasaan. Dalam perjalanannya pemilu dari masa ke masa banyak mengalami dinamika dan dialektikanya. Dalam Manifesto Politik yang diputuskan oleh DPA pada tanggal 17 Agustus 1959 dikatakan bahwa  Indonesia harus mempertahankan sebagai sebuah negara kesatuan republik, bukan negara federal dan bukan negara republik kapitalis. Akan tetapi setelah Orde Baru sampai sekarang, kenyataannya adalah bahwa negara Indoensia menganut sistem ekonomi politik kapitalisme dan neoliberalisme. Apa bukti bahwa Indonesia menganut sistem ekopol kapitalisme :
1.       Secara ekonomi, Indonesia sudah meliberalkan sistem perekonomian nasional kepada investasi asing dan pemodal (kapitalis) dalam menguasai perekonomian di Indonesia sejak adanya UU PMA tahun 1967, dan ini menjadi UU pertama sejak Orde Baru yang dipimpin Soeharto awal berkuasa. Dan ini menyebabkan penguasaan perekonomian menjadi milik negara dan investor asing. Kedaulatan negara berada di tangan pemodal.
2.       Secara politik, Indonesia meringkas dan memangkas partai politik menjadi 3 partai untuk mempermudah mengontrol rakyat dan mengebiri demokrasi. Mengeluarkan regulasi yang pro terhadap kaum modal. fraksi buruh di DPR MPR dihapuskan. Adanya dwifungsi politik di kalangan militer dalam parlemen (DPR). Terdoktrin oleh plitik dari negara imperialis seperti Amerika, Inggris, dll. Dan rakyat terputus dari pendidikan politik dan aktivitas politik yang bebas dan mandiri sesuai dengan demokrasi.
3.       Secara ideologi, Indonesia melarang ideologi sosialisme dan komunisme. Padahal kita tahu bahwa dari dulu sampai sekarang ideologi sosialisme adalah anti tesa dari ideologi kapitalisme yang menindas rakyat Indonesia. Dan setelah Orde Baru ideologi digantikan oleh sistem kapitalisme dengan militerisme sebagai penjaganya.
4.       Secara hukum, banyak UU ataupun peraturan perundang-undangan yang diciptakan diperbarui dan diperbarui menggantikan UU yang lama. Tentunya hukum adalah produk politik. banyaknya pelanggaran hukum dan HAM di Indonesia.
5.       Secara budaya, budaya yang dianut adalah budaya yang liberal yang berkiblat ke Amerika dan negara kapitalis-imperialis lainnya. Sehingga mampu menghegemoni dan mengilusi rakyat Indonesia menjadi pribadi yang individualis dan kapitalis. Dan menjauhkan dari kolektivisme secara ekonomi politik negara.
6.       Secara organisasi, rakyat Indonesia dikekang dan dibelenggu dalam berorganisasi. Terbukti dengan adanya pembatasan organisasi baik ormas maupun orpol.
Lalu, dalam uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa kapitalisme menindas dan membelenggu di semua sektor.
Politik sekarang
Mengenai respon masyarakat soal politik dan pemilu 2014, maka kita harus belajar dari pengalaman paska reformasi sampai sekarang. Memang reformasi membawa perubahan, tapi  perubahan itu tidak mendasar dan sistemik. Apa yang bisa kita pelajari dari reformasi adalah bahwa reformasi tidak bisa membawa Indonesia pada perubahan sejati dan mendasar untuk mencapai kesejahteraan,keadilan dan kemakmuran rakyat. Reformasi hanya mengganti orang-orang lama dengan orang-orang baru yang masih juga mewarisi warisan Orde Baru baik dalam sistem negara, sistem ekopol dan watak / karakter individu. Bahwa sistem yang dipakai masih dalam dominasi kapitalisme dan neoliberalisme. Orang bisa berganti, presiden bisa berganti, tapi sistem yang dipakai adalah sistem yang lama dan justru malah bermetamorfosa sebagai sistem yang lebih liberal yang disebut neoliberalisme. Semua partai-partai politik yang ada sekarang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.       Partai politik hari ini adalah partai politik yang berisi sekumpulan orang-orang yang bermodal dan berduit, sehingga banyak dari kalangan pengusaha. Dan dalam kebijakannya pasti akan melindungi dan menguntungkan kepentingannya. Dan mayoritas orang-orang partai adalah orang-orang yang masih menganut warisan Orde Baru baik secara ekonomi politik yaitu sistem kapitalisme dan militerisme.
2.       Dengan konteks demokrasi liberal sekarang ini, maka ini akan dimanfaatkan oleh kapitalis dalam memanfaatkan dan mengilusi rakyat untuk membuat kejayaan kapitalisme yang sebenernya kapitalisme mengalami sebuah krisis dimana Indonesia menjadi harapan bagi negara-negara maju yang kapitalis. Dan pengusaha/ kapitalis ini pasti akan melobi dan menyuap anggota DPR dan pemerintah agar tunduk pada mekanisme pasar dan modal. tidak lagi tunduk pada amanah konstitusi dasar UUD dan yang paling penting adalah mengkhianati amanah rakyat.
3.       Partai politik juga sebagian dikuasai oleh golongan militerisme warisan orde Baru yang pro terhadap kapitalisme, dalam prakteknya selalu menakut-nakuti dan mengebiri demokrasi rakyat. Dan ini menjadi ancaman bagi Indonesia khususnya rakyat Indonesia yang akan dikekang dan dibelenggu. Bahkan ancamannya sampai kehilangan nyawa karena kekejaman militerisme. Menjadi penguasa yang otoriter dan tiran.
4.       Banyaknya kasus korupsi dan penyelewengan pejabat dan wakil rakyat di DPR yang ditunjukkan kepada masyarakat sehingga menjadi kecaman. Kader partai politik menjadi kapitalis birokrat.
5.       Partai politik tidak becus dalam melaksanakan tugasnya baik di legislatif dan eksekutif. Dalam tingkatan daerah misalnya tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat yang ada. Justru malah bersembunyi mencari aman, tidak mau bertanggung jawab atas penderitaan rakyat banyak yang tertindas. Contohnya adalah kasus JTT yang tidak ditanggapi oleh DPR / partai manapun.

Elektoral demokratis paska Orde Baru (1999, 2004 dan 2009) ditandai dengan angka Golput yang terus naik setiap periodenya dengan cukup signifikan. Data dari Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) pada tanggal 6 Februari, 2004, jumlah populasi yang punya hak pilih adalah 147.216.531 dari jumlah populasi 215.631.379. Tingkat abstensi terhadap PEMILU terus mengalami kenaikan signifikan sejak Orde Baru tumbang. Hasil pemilu 1999 menunjukkan tingkat abstensi 10,2%, lalu naik ke 22,9% pada tahun 2004. Pada pemilu 2009, Partai Demokratnya SBY tampil sebagai pemenang. Dengan KPU yang mendaftar 171 juta orang yang memiliki hak pilih tetapi hanya 105 juta suara yang terhitung, tingkat abstensi kali ini sangatlah besar, 38,6%.
Tapi dalam merespon tahun politik saat ini agaknya kita juga harus membaca dan menganalisa, dan membuat sikap dan program terhadap politik borjuasi. Ada politik populisme yang cukup menarik simpati rakyat terhadap salah satu tokoh ataupun partai. Di tengah keapatisan rakyat akan politik praksisnya, yang menganggap bahwa semua pejabat pemerintah ataupun partai yang korup. Rakyat yang merindukan sosok / figure yang bisa menjadi teladan dan berpihak kepada rakyat. Kita mungkin sepakat bahwa rezim ini harus digantikan oleh rezim yang berpihak kepada rakyat. Populisme mendera bangsa kita. Sosok seperti Jokowi yang dianggap cukup populis di mata rakyat yang menjadi harapan rakyat untuk memimpin Negara ini kedepannya, dengan bukti hasil polling masyarakat mengenai capres favorit. Walaupun memang dalam pandanganku, dia belum bisa menjadi panutan. Karena partai yang dibelakangnya adalah sebuah partai yang melegalkan UU Ketenagakerjaan pada tahun 2003 yang sangat merugikan kelas pekerja. Dimana saat itu juga Megawati sebagai presiden merangkul aparat militer pelanggar HAM seperti Sutiyoso dan SBY sebagai  gubernur dan Menteri. Ada juga partai peserta Pemilu yang baru bermunculan, seperti Hanura, Gerindra, dan PKPI. Partai yang dipelopori oleh jenderal-jenderal pelanggar HAM karena terindikasi kuat terlibat dalam peristiwa penculikan aktivis dan pelanggaran HAM lainnya. Mana ada partai yang membela kepentingan kaum buruh, seperti menuntut kenaikan upah buruh...??  Kalau tidak dengan gerakan buruh dan rakyat  itu sendiri yang menuntut , mana mau mereka-mereka yang duduk di DPR yang katanya adalah wakil rakyat akan merealisasikan itu. Di tengah system kapitalisme yang bersumber dari individualisme, telah mendera watak dan pemikiran orang-orang kebanyakan. Mereka-mereka yang maunya hanya enaknya sendiri, tidak mau melihat penderitaan rakyat yang seharusnya dihukum.
Di tengah demokrasi liberal seperti ini, yang menjadikan banyak orang pragmatis dan oportunis. Di tengah demokrasi yang belum selesai ini, gerakan rakyat masih terbelenggu oleh hukum dan kekuatan reaksioner. Sementara harga-harga sudah melambung tinggi. Daya beli masyarakat yang cukup rendah membuat adanya krisis. Krisis ekonomi , krisis politik, dan krisis demokrasi yang mendera negara ini. Krisis yang bersumber dari kapitalisme, telah membuat efek domino . Pengakuan akan demokrasi rakyat yang belum selesai dan tuntas yang mendera bangsa dan Negara ini. Digantikan oleh demokrasi yang kapitalis dan liberal. Dan momen politik pemilu 2014 ini akan terjadi banyaknya praktek-praktek politik kotor, seperti money politic. Rakyat memang belum mengerti sepenuhnya akan kesadaran politik dan tujuan politik yang sebenarnya. Karena seharusnya kita sadar, bahwa selama system penindasan (kapitalisme) itu ada, maka selama itu pula kita harus melawan dan beroposisi terhadap itu. Dan pemilu 2014 kali ini, masih didominasi oleh kekuatan borjuasi yang saling bersaing. Entah itu borjuasi dari militer,sipil, maupun pengusaha yang jelas masih mewarnai politik Indonesia. Pemilu 2014 hanya akan mereformasi struktural negara, bukan merubah sistem yang ada. Persaingan antara oligarki politik satu dengan yang lainnya, hanyalah permainan sandiwara. Sementara di balik itu para pemburu rente tengah melancarkan aksinya mendapatkan oportunity. Di balik partai-partai peserta Pemilu, ada dukungan modal dari beberapa negara dan korporasi besar. Karena dalam penentuan politik melalui Pemilu,hanya akan menentukan dari blok pemodal mana yang akan menang. Sementara perjanjian pembaharuan telah menanti, seperti kontrak karya migas di Kalimantan , Blok Cepu yang akan habis kontraknya. Dan ada ancaman bahwa negara kita akan menghadapi Orde Baru Jilid 2. Dengan adanya perubahan kurikulum pendidikan 2013, UU yang melancarkan arus modal dan stabilitas pertahanan dan keamanan seperti UU Intelijen, UU Ormas dll maka bisa jadi Indonesia akan kembali menjadi Orde Baru yang Paling Baru (Neo-Orba). Dari sisi hukum / konstitusi juga cacat, dikarenakan hasil gugatan yang diajukan Yusril dkk soal penyelenggaraan Pemilu tidak sah menurut putusan MK soal itu. Dan ini menjadi tidak mendasar diadakannya Pemilu 2014 secara hukum, karena konstitusi tidak memayungi penyelenggaraan Pemilu 2014. Maka dari itu sikap kita atas Pemilu 2014 adalah MENOLAK.
Apa Yang Harus Dilakukan dengan Menolak Pemilu 2014 ??
Tentunya dengan membuat alternative politik rakyat yang bersumber dari kekuatan massa rakyat tertindas seperti buruh, tani,nelayan,kaum miskin,mahasiswa progresif yang bersatu membentuk politik oposisi terhadap kelas penguasa yang borjuis. Sehingga terlihat jelas garis demarkasi antara kelas penindas yang berkuasa dengan kelas yang pro terhadap rakyat sejati. Tentunya ini bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat kondisi gerakan rakyatnya yang mendamba keadilan social dan sosialisme sebagai antitesa terhadap kapitalisme juga masih kecil. Dalam keadaan itu juga bukan berarti kita lemah dalam melakukan proses penyadaran,pengorganisiran dan penguatan. Justru karena momen Pemilu semakin dekat,seharusnya kita semakin massif dalam melakukan proses-proses itu tadi. Tentunya dengan niat dan tekad yang kuat. Konsistensi terhadap ideology pembebasan manusia menuju keadilan social yang sejati. Dalam membuat politik alternatif itu ada tahapan-tahapannya, yaitu sebagai berikut :
1.       Proses penyadaran, proses ini bisa dilakukan dengan mengadakan diskusi politik,pendidikan politik, agitasi politik dan propaganda politik. Propaganda politik seperti pembuatan selebaran,buletin,koran,pamflet dll. Dan ini dilakukan di basis ormas yang ada dan masyarakat umum.
2.       Proses  membangun kepemimpinan revolusioner. Mari berkaca dari praktik apa yang sudah kita lakukan sejauh ini untuk mempersiapkan prasyaratNYA : disiplin baja, analisa situasi secara cermat, strategi-taktik yang tepat, serta kesabaran. Gerakan harus mampu menjernihkan sikap dari pilihan-pilihan reformisme yang menjangkiti pemikiran beberapa gerakan buruh maupun intelektual. Menebarkan keyakinan bahwa revolusi hanya dapat dicapai dengan prinsip demarkasi tegas menolak kolaborasi politik elit borjuasi. Pengorganisiran buruh dan kaum muda harus terus dilakukan. Gagasan revolusioner harus terus disebarkan kepada massa luas, seluas-luasnya agar tidak terjadi keraguan dari gerakan, tentang jalan revolusi sejati. Jika kita tidak belajar dari kesalahan dan tindakan-tindakan yang tidak disiplin bahkan termutasi dari pokok perjuangan kelas, maka akan makin panjang perjuangan pembebasan.
3.       Membangun alat politik kelas. Alat politik kelas yang dimaksud adalah partai yang didalamnya berbasiskan kelas rakyat tertindas seperti buruh, tani, KMK, pemuda. Dan golongan kelas itu menjadi kader partai sehingga banyak kader partai itu yang mempunyai kantung-kantung massa yang bisa dipengaruhi. Dan alat politik ini mempunyai ideologi yang jelas yaitu pembebasan manusia atas penindasan.


Read more...
1 komentar
KAPITALISME Kapitalisme, adalah sebuah nama yang diberikan terhadap sistem sosial dimana alat-alat produksi, tanah, pabrik-pabrik dan lain-lain dikuasai oleh segelintir orang yaitu kelas kapitalis (pemilik modal). Jadi kelas ini hidup dari kepemilikannya atas alat-alat produksi. Sementara kelas lain (buruh) yang tidak menguasai alat produksi, hidup dengan bekerja (menjual tenaga kerjanya) kepada-kelas kapitalis untuk mendapatkan upah. Kepemilikan alat-alat produksi kemudian dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang untuk dijual ke pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar, dapat untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus. Pengusaha yang pandai adalah seorang yang membayar sekecil mungkin terhadap apa yang dibelinya dan menerima sebanyak mungkin terhadap apa yang dijualnya. Tahap awal menuju keuntungan yang tinggi adalah menurunkan biaya-biaya produksi. Salah satu biaya produksi adalah upah buruh. Oleh karena itulah kepentingan pengusaha untuk membayar upah serendah mungkin. Selain itu pengusaha juga berkepentingan untuk mendapatkan hasil kerja buruhnya sebanyak mungkin. Kepentingan dari para pemilik modal ini bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang bekerja (buruh) kepada mereka. Kelas buruh berkepentingan terhadap meningkatnya upah, meningkatnya kesejahteraannya. Kedua kelas ini bertindak sebagaimana kepentingan (keharusan) yang ada pada mereka. Masing-masing hanya dapat berhasil dengan mengorbankan yang lain. Itulah mengapa, dalam masyarakat kapitalis, selalu ada pertentangan antara dua kelas tersebut. I. NILAI LEBIH Kelas buruh yang tidak memiliki alat produksi harus menjual tenaga kerjanya untuk mendapatkan upah untuk membeli sejumlah barang untuk kebutuhan hidupnya. Tetapi apakah upah itu? Bagaimana upah itu ditentukan? Upah adalah jumlah uang yang dibayar oleh kapitalis untuk waktu kerja tertentu. Yang dibeli kapitalis dari buruh adalah bukan kerjanya melainkan tenaga kerjanya. Setelah ia membeli tenaga kerja buruh, ia kemudian menyuruh kaum buruh untuk selama waktu yang ditentukan, misalnya untuk kerja 7 jam sehari, 40 jam seminggu atau 26 hari dalam sebulan (bagi buruh bulanan). Tetapi bagaimana kapitalis atau (pemerintah dalam masyarakat kapitalis) menentukan upah buruhnya sebesar 591.000 perbulan (di DKI misalny) atau 20 ribu per hari (untuk 7 jam kerja misalnya)? Jawabanya karena tenaga kerjanya adalah barang dagangan yang sama nilainya dengan barang dagangan lain. Yaitu ditentukan oleh jumlah kebutuhan sosial untuk memproduksikannya (cukup agar buruh tetap punya tenaga untuk bisa terus bekerja). Yaitu kebutuhan hidupnya yang penting yaitu kebutuhan pangan (Misalnya 3 kali makan), sandang (membeli pakaian, sepatu dll) dan papan (biaya tempat tinggal) termasuk juga untuk untuk menghidupi keluarganya. Dengan kata lain cukup untuk bertahan hidup, dan sanggup membesarkan anak-anak untuk menggantikannya saat ia terlalu tua untuk bekerja, atau mati. Lihat misalnya konsep upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Jadi upah yang dibayarkan oleh kapitalis bukanlah berdasarkan berapa besar jumlah barang dan keuntungan yang diperoleh kapitalis. Misalnya saja sebuah perusahan besar (yang telah memperdagangkan sahamnyadi pasar saham) sering mengumumkan keuntungan perusahaan selama setahun untung berapa ratus milyar. Tetapi dari manakah keuntungan ini di dapat? Jelas keuntungan yang didapat dari hasil kegiatan produksinya. Tetapi yang mengerjakan produksi bukanlah pemilik modal melainkan para buruh yang bekerja di perusahaannya lah yang menghasilkan produksi ini. Yang merubah kapas menjadi banang, merubah benang menjadi kain, merubah kain menjadi pakaian dan semua contoh kegiatan produksi atau jasa lainnya. Kerja kaum buruh lah yang menciptakan nilai baru dari barang-barang sebelumnya. Contoh sederhana misalnya. Seorang buruh di pabrik garmen dibayar 20.000 untuk kerja selama 8 jam sehari. Dalam 8 jam kerja ia bisa menghasilkan 10 potong pakaian dari kain 30 meter. Harga kain sebelum menjadi pakaian permeternya adalah 5000 atau 150.000 untuk 30 meter kain. Sementara untuk biaya benang dan biaya-biaya produksi lainnya (misalnya listrik, keausan mesin dan alat-alat kerja lain) dihitung oleh pengusaha sebesar 50.000 seharinya. Total biaya produksi adalah 20.000 (untuk upah buruh) + 150.000 (untuk kain) + 50.000 (biaya produksi lainnya) sebesar 220.000. Tetapi pengusaha dapat menjual harga satu kainnya sebesar 50.000 untuk satu potong pakian atau 500.000 untuk 10 potong pakaian di pasaran. Oleh karena itu kemudian ia mendapatkan keuntungan sebesar 500.000 – 220.000 = 280.000. Jadi kerja 8 jam kerja seorang buruh garmen tadi telah menciptakan nilai baru sebesar sebesar 240.000. Tetapi ia hanya dibayar sebesar 20.000. Sementara 220.000 menjadi milik pengusaha. Inilah yang disebut nilai lebih. Padahal bila ia dibayar 20.000, ia seharusnya cukup bekerja selama kurang dari 1 jam dan dapat pulang ke kontrakannya. Tetapi tidak, ia tetap harus bekerja selama 8 jam karena ia telah disewa oleh pengusaha untuk bekerja selama 8 jam. Jadi buruh pabrik garmen tadi bekerja kurang dari satu jam untuk dirinya (untuk menghasilkan nilai 20.000 yang ia dapatkan) dan selebihnya ia bekerja selama 7 jam lebih untuk pengusaha (220.000). II. Akumulasi Kapital Dan Krisis Kapitalisme Seperti yang di jelaskan sebelumnya bahwa kapitalisme hidup pertama dari kepemilikan mereka atas alat-alat produksi yang seharusnya menjadi milik sosial (lihat sejarah masyarakat bahwa pada awalnya alat-alat produksi ini adalah milik bersama/sosial). Kepemilikan alat-alat produksi ini dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang yang dijual ke pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar, dapat untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus. Sederhananya, kapital menuntut kapitalis untuk terus mengakumulasi modal, untuk menjadi kaya, kaya sekaya-kayanya untuk semakin kaya lagi, dan tidak ada kata cukup untuk menambah kekayaan. Ini semua bukanlah persoalan kapitalisnya serakah atau rakus atau karena kapitalisnya adalah orang yang tidak taat agama, orang Cina, Amerika, Jepang, Korea, Arab dll. Semua kapitalis adalah sama. Karena memang tuntutan ini bukan karena ada watak-watak serakah dari individu-individu kapitalis. Melainkan tuntutan dari cara kerja sistem kapitalisme menuntut setiap kapitalis untuk menjadi demikian. Penjelasannya seperti di bawah ini. Misal bahwa harga ditentukan oleh komposisi permintaan dan penawaran. Adanya permintaan yang besar terhadap suatu barang, sementara penawaran (persedian) yang ada lebih kecil dari permintaan pasar menyebabkan harga suatu barang dagangan meningkat. Kejadian ini menyebabkan kapital akan bergerak ke keadaan dimana permintaan meningkat, yang menyebabkan kapital berkembang. Ketika harga suatu barang dagangan tinggi akibat permintaan lebih besar daripada barang yang tersedia di pasar, maka untuk memperbesar keuntungan maka si kapitalis meningkatkan jumlah barang dagangannya. Ini dilakukan dengan cara meningkatkan/menambah jumlah mesin yang ia miliki, menambah jumlah buruh, melakukan pembagian tugas/kerja yang lebih canggih (lebih kecil), melakukan percepatan, dan meningkatkan efisiensi dalam pabrik. Tetapi mesin-mesin juga menciptakan kelebihan populasi pekerja, mereka juga mengubah watak buruh. Buruh-buruh trampil menjadi tidak berguna ketrampilannya karena ketrampilannya telah diganti oleh mesin. Lihat misalnya para sarjana yang kerja di perbankan, atau di perusahaan-perusahaan lainnya, mereka yang telatih menggunakan komputer, memiliki kemampuan akutansi, memiliki bermacam keahlian. Semua ketrampilan dan keahlian ini menjadi tidak berguna. Karena dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi proses mekanisasi kerja. Kerjanya kini hanya memasukkan data-data setiap harinya. Terus berulang-ulang. Dengan penggantian mesin, anak-anak juga dapat dipekerjakan. Penambahan mesin-mesin baru yang lebih modern/canggih (ingat sifat dari teknologi yang terus berkembang) memungkinkan seorang buruh dapat memproduksi sebanyak tiga kali lipat, sepuluh kali lipat, tujuh belas, atau puluhan kali lipat dari sebelumnya. Dengan cara ini, maka hasil produksi dapat jauh lebih besar. Harga biaya produksi bisa lebih diperkecil. Tetapi semua tindakan kapitalis diatas tidak saja dilakukan oleh satu kapitalis saja melainkan kapitalis yang lain juga melakukan tindakan yang sama. Masing-masing berlomba untuk dapat menguasai pasar, bahkan dengan menurunkan harga barang dagangan tadi (walaupun harganya tetap diatas biaya produksi). Persaingan ini terus terjadi. Dimana disatu titik akan menyebabkan beberapa kapitalis yang kalah dalam persaiangan ini terpaksa kalah, bangkrut atau pindah ke usaha lain yang berkembang. Kapitalis-kapitalis yang modalnya lebih besar memenangkan pertarungan ini. Sejak satu abad yang lalu, dengan mesin-mesin baru yang lebih canggih (hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) kemampuan produksi kapitalisme telah dapat memenuhi jumlah dari permintaan yang ada, bahkan telah jauh diatasnya. Hingga akhirnya produksi barang jauh lebih besar dibanding dengan kemampuan pasar untuk membeli barang-barang ini. Akhirnya si kapitalis kini bukan saja harus memikirkan bagaimana mendapatkan untung dari penjualan barang produksinya melainkan juga bagaimana dapat menjual barang dagangannya yang berlimpah (diatas permintaan pasar) yang juga harus bersaing dengan kapitalis lain, menyebabkan kebangkrutan dari beberapa kapitalis. Kebangkrutan jelas juga membawa akibat terphknya buruh di perusahaan yang kalah bersaing ini. Rakyat pekerja dilempar ke jalan-jalan menjadi pengangguran. Sementara itu, barang-barang produksi melimpah di pasar, sementara masyarakat tidak memiliki daya beli untuk mengkonsumsi barang—barang ini. Ini juga menyebabkan kebangkrutan kembali dari perusahaan-perusahaan yang ada. Inilah cara kerja kapitalisme, dimana didalam keteraturannya (ketertibannya) terkandung ketidaktertibannya, liar, anarki produksi. III. NEGARA Klas kapitalis, melalui penghisapannya terhadap klas pekerja, telah mendapatkan kenyamanan, kekayaan dan martabat. Sementara klas buruh justru mendapatkan kemiskinan, dan kesengsaraan. Mengapa kelas yang sebenarnya minoritas dalam jumlah populasi di bumi ini (kapitalis) justru lebih diuntungkan dibandingkan dengan kelas mayoritas penduduk dunia (buruh). Kondisi terus bertahan hingga saat ini karena terdapat sistem kekuasaan sosial ekonomi oleh kelas minoritas yang kaya terhadap mayoritas kelas buruh. Alat untuk mempertahankan penindasan satu kelas terhadap kelas lain adalah negara. Dalam pertentangan kelas kapitalis dan kelas buruh kelas kapitalis menggunakan negara sebagai sebuah senjata yang sangat diperlukan melawan pihak yang tidak memiliki. Kita sering didengungkan oleh kampanye pemerintahan kapitalis bahwa mereka mewakili semua orang, yang kaya dan miskin. Tetapi sebenarnya, sejak masyarakat kapitalis yang didasarkan atas kepemilikan pribadi atas alat produksi serangan apapun terhadap kepemilikan kapitalis akan dihadapi dengan kekerasan dari pemeritnahan kapitalis. Melalui kekuatan tentara, UU, hukum, pengadilan dan penjara negara telah berfungsi menjadi anjing penjaga dari keberlangsungan sistem kepemilikan pribadi yang menguntungkan kelasminoritas. Klas yang berkuasa secara ekonomi –yang memiliki alat-alat produksi– juga berkuasa secara politik. Sejak negara sebagai alat melalui salah satu klas yang menentukan dan mempertahankan dominasinya/kekuasannya terhadap klas yang lain, kebebasan sejati bagi sebagian besar yang tertindas tak dapat terwujud. Negara terwujud untuk menjalankan keputusan-keputusan dari klas yang mengontrol pemerintah. Dalam masyarakat kapitalis negara menjalankan keputusan-keputusan dari klas kapitalis. Keputusan-keputusn tersebut dipola untuk mempertahankan sistem kapitalis dimana klas pekerja harus bekerja melayani pemilik alat-alat produksi. * MONOPOLI Persaingan, sesuai teori, adalah sesuatu yang baik, Tetapi pemodal menemukan bahwa praktek tidak sesuai dengan teori. Mereka menemukan bahwa persaingan mengurangi keuntungan sedangkan penggabungan meningkatkan keuntungan. Bila semua kapitalis tertarik pada keuntungan jadi mengapa bersaing? Lebih baik bergabung. Melalui penggabungan modal industri dan keuangan berkemampuan untuk berkembang hingga ke tingkat yang begitu besar dimana dalam beberapa industri saat ini sedikit dari perusahaan, secara nyata, menghasilkan lebih dari setengah jumlah keseluruhan produksi atau mendekati jumlah seluruhnya. Misalnya perusahaan sofware komputer Microsoft atau yang lain (kawan-kawan bisa sebutkan contohnya di Indonesia). Tidak sulit untuk melihat bahwa dengan dominasi yang luas seperti itu, monopoli kapitalis berada di posisi sebagai penentu harga-harga. Dan mereka memang melakukan hal itu. Mereka menetapkannya pada titik dimana mereka dapat membuat keuntungan tertinggi. Mereka menentukannya melalui persetujuan diantara mereka sendiri, atau melalui pengumuman harga perusahaan terkuat dan perusahaan sisanya memainkan peran sebagai “pengikut”, atau, seperti seringkali terjadi, mereka mengontrol paten dasar dan memberikan surat ijin untuk memproduksi hanya sebatas persetujuan yang telah ditentukan. Monopoli membuat kemungkinan bagi para pemegang monopoli untuk mengerjakan tujuannya – membuat keuntungan yang besar. Industri yang bersifat bersaing menghasilkan keuntungan pada saat-saat yang baik dan memperlihatkan defisit di saat-saat buruk. Tetapi bagi industri yang bersifat monopoli, polanya berbeda – mereka menghasilkan keuntungan yang besar di saat-saat yang baik, dan beberapa keuntungan di saat buruk. IMPERIALISME DAN PERANG Pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke-20, pertukaran komoditi telah menciptakan internasionalisasi hubungan ekonomi dan internasionalisasi kapital, bersamaan dengan peningkatan produksi sekala besar, sehingga kompetisi digantikan dengan monopoli. Dengan kata lain, dalam persaingan bebas, kenaikan produksi berskala luas akan diambil alih oleh monopoli. Ciri dominan bisnis kapitalis adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bisa lagi berkompetisi baik di dalam negerinya sendiri maupun ketika berhubungan dengan negeri-negeri lain, berubah menjadi monopoli persekutuan pengusaha, semacam perserikatan pengusaha (trust), membagi-bagi pasar dunia bagi kepentingan akumulasi kapitalnya masing-masing. Ciri khas penguasa berubah menjadi pemilik kapital keuangan, kekuatan yang secara khas bergerak dan luwes secara khas jalin menjalin baik di dalam negerinya sendiri maupun secara internasional yang menghindari individualitas dan dipisahkan dari proses produksi langsung yang secara khas mudah dikonsentrasikan atau suatu kekuatan yang secara khas memang sudah memiliki langkah panjang di jalanan yang menuju pusat konsentrasi, sehingga tangan beberapa ratus milyuner saja dan jutawan saja bisa menggenggam dunia. Kemampuan produksi sebuah barang telah melampaui jumlah penduduk dalam suatu negeri yang mengkonsumsi barang-barang dagangan ini. Tetapi tuntutan kapitalisme bahwa barang-barang ini harus tetap dijual ke pasar untuk mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa kaum kapitalis harus menjual barang-barang tersebut keluar negeri. Mereka harus menemukan pasar luar negeri yang akan menyerap kelebihan penjualan pabrik mereka. Inilah kemudian yang menyebabkan terjadinya penjajahan (kolonialisme) dari suatu bangsa atas bangsa lain. Kepentingan untuk melakukan penjajahan ke negeri lain bukan saja untuk menjual barang-barang dagangan mereka, melainkan juga kebutuhan akan persediaan bahan-bahan mentah yang sangat besar bagi kegiatan produksi mereka seperti karet, minyak, timah, tembaga, nikel. Mereka menginginkan untuk mengontrol sendiri sumber-sumber bahan-bahan mentah yang penting tersebut. Kedua faktor inilah yang kemudian menimbulkan imperialisme, membangkitkan peperangan antar satu negeri dengan negeri lain. Perebutan pasar di negeri-negeri jajahan akhirnya menimbulkan perang. Semua perang-perang yang terjadi baik perang dunia I, II maupun perang dikomandoi oleh AS saat ini tidak terlepas dari kerangka untuk mendapatkan pasar-pasar baru. Zaman imperilisme, ditandai oleh kendali setiap oligarki keuangan negeri-negeri kapitalis maju, yang menggunakan kekuasaaan paksaan dan kekerasan terorganisir (mesin-mesin negara yang mereka pimpin) untuk mempertahankan dominasi imperialnya terhadap kehidupan ekonomi dan politik negeri-negeri terbelakang, serta untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dengan mengorbankan kelas pekerja di negerinya sendiri dan negeri-negeri lain. Kapitalisme Neoliberal Perang dunia II telah berhasil membangkitkan kembali perkembangan modal di negeri-negeri dunia I. Perkembangan ini telah memacu ekspansi modal dari negeri-negeri imperialis dunia pertama bergerak ke negeri-negeri miskin di dunia III. Sejak tahun 1960-an munculnya perusahaan-perusahaan transnasional dunia I di negeri-negeri dunia III terjadi cukup masif. Namun tuntutan perluasan pasar atas tuntutan dari perkembangan modal di negeri-negeri dunia I dirasakan dihambat akibat sejumlah proteksi dari negara-negara dunia III. Oleh karena itu kemudian pemerintah negara-negara imperialis yang tergabung dalam kelompok G7 melihat kebutuhan untuk melakukan sejumlah reformasi strukturural di negara-negara dunia III. Dalam pertemuan tahunan mereka pada tahun 1976 dihasilkan sebuah kesepkatan untuk melakukan reformasi neoliberal yang pada intinya berisi: pencabutan berbagai subsidi negara, kemudahan masuknya investasi asing, privatisasi, liberalisasi perdagangan. Kekuasaan negara-negara imperialis dalam mengontrol lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia ia telah berhasil mendorong kebijakan neoliberal ini untuk menjadi kebijakan global di seluruh negeri. Lembaga-lembaga keuangan interanasional ini berfungsi tidak lebih sebagai agen pemerintaha negeri-negeri imperialis untuk menjalankan kebijakan ekonomi neoliberal. Ekspor modal melalui hutang luar negeri dari IMF dan Bank dunia menjadi senjata untuk menekan pemerintah negeri-negeri dunia III untuk menjalakan kapitalisme neoliberal. Walaupun demikian kebijakan ekonomi neoliberal telah terbukti gagal dipraktekkan di sejumlah negara. Paket reformasi neoliberal telah menyebabkan negara miskin dunia ketiga menjadi lebih miskin lagi. Kaum kapitalis bersama pemerintahan negeri-negeri imperialis mencoba mempertahankan kebijakan ini dengan cara memunculkan sebuah propaganda (ideologi) tentang globalisasi. Dalam pandangan ini, perkembangan ekonomi telah menjadi global. Aturan-aturan sebuah negara tidak lagi relevan dalam situasi perekonomian dunia saat ini. Oleh karena itu globalisasi dunia dalam makna globalisasi neoliberal tidak dapat dilawan oleh siapapun karena merupakan tuntutan dari perkembangan ekonomi dunia. Kenyataannya justru menunjukkan berlainan. Misalnya saja arus investasi dan jumlah barang dunia justru terkonsentrasi di negeri-negeri imperialis. Yang menjadi kenyataan dalam kebijakan ekonomi neoliberal saat ini adalah GLOBALISASI KEMISKINAN dan krisis global sistem kapitalisme. www.marxist.com/indonesia/ror/indeks.html
Read more...

FPBI

FPBI