Mengenal
Hukum Perburuhan/Hak2 Normative Buruh
Oleh : RZQ ( pengurus FPBI wilayah
Yogyakarta )
Hukum
perburuhan secara umum bisa dipahami hukum yang dibuat untuk mengatur hubungan
kerja antara pengusaha dengan pekerjanya. Dari hal mengenai produksinya, hubungan
kerjanya, sampai dengan hak dan kewajiban kedua pihak.
Pada
dasarnya, ada dua pihak yang memiliki kepentingan besar dalam hukum perburuhan,
yaitu buruh dan pengusaha :
- Kepentingan
buruh dalam hukum perburuhan adalah mengenai perlindungan hak2nya setelah ia
memenuhi kewajiban kerjanya, seperti upahnya, perlindungan keselamatan kerja,
status kerja, liburan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pemenuhan
hak-hak asasinya
- Kepentingan
pengusaha dalam hukum perburuhan adalah mengenai bagaimana caranya pengusaha
melindungi produksinya, keuntungannya, dan jalannya produksi yang lancar dan
aman dari gangguan tuntutan buruh. juga yang menjadi kepentingan pengusaha
adalah bagaimana caranya agar pengusaha tidak mengeluarkan kewajiban yang besar
yang dapat merugikannya.
Dari
dua kepentingan itu, siapa yang paling terlindungi kepentingannya??? Yang
pastinya adalah siapa yang memiliki kekuatan paling besar. Sudah pasti
pengusaha dengan kekuatan modalnya dapat terlindungi kepentingannya dengan
menguasai struktur hukum dan politiknya.
Hak
dan Kepentingan Buruh dalam Perundang2an disebut Hak Normative, dimana dalam Logika
Hukumnya tanpa diminta pun Pengusaha diwajibkan untuk memberikan segala Hak2
Normative Buruh yang sudah diatur dalam perundang2an.
Untuk mempermudahnnya
Hak Normative tersebut dibagi menjadi 4 kategori :
1. Hak bersifat ekonomis ; misalnya upah, Tunjangan Hari Raya,
Tunjangan hari tua fasilitas perumahan dll.
2. Hak bersifat politis ; misalnya hak membentuk serikat
buruh, hak menjadi atau tidak menjadi anggota serikat buruh, hak mogok, hak
tidak diskriminatif, dll
3. Hak bersifat medis ; misalnya hak atas
keselamatan dan kesehatan kerja, hak melahirkan, hak istirahat, hak menyusui
anak, hak atas jaminan pemeliharaan kerja, larangan mempekerjakan anak, dll
4. Hak bersifat sosial ; misalnya hak cuti kawin, libur
resmi, pembatasan pekerjaan anak dan perempuan pada malam hari, dll
Dan Hak2 tersebut tertuang dalam UUD “45”,
UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, UU Serikat Pekerja No.21 tahun 2000, UU JamSosTek
No.3 tahun 1992, UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial No. 2 tahun
2004, Konvensi ILO, PerMen/KepMen, dan peraturan2 lainnya.
Tentang
Upah : Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
Pasal 88 :
➢ ayat (1) menyatakan : Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan;
➢ ayat (2) menyatakan : Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh;
➢ ayat (3) menyatakan : Kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a) upah minimum;
b) upah kerja lembur;
c) upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d) upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
e) upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f) bentuk dan cara pembayaran upah
g) denda dan potongan upah;
h) hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i) struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j) upah untuk pembayaran pesangon; dan
k) upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
➢ ayat (4) menyatakan : Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 89 :
➢ ayat (1) menyatakan : Upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas
:
a)
upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
b)
upah minimum berdasrakan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
c)
upah miminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
➢ ayat (2)
menyatakan : Upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau
Bupati/Walikota.
Pasal 90 :
➢ ayat (1)
menyatakan : Pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
Sanksi
diatur dalam Pasal 185 :
➢ ayat (1) menyatakan : Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1),
dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);
➢ ayat (2)
menyatakan : Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Tentang
Waktu/Jam Kerja Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Pasal 77 :
➢ ayat (1) menyatakan : Setiap
pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
➢ ayat (2)
menyatakan : Waktu kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a)
7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b)
8(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 78 :
➢ ayat (1)
menyatakan : Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2)
harus memenuhi syarat :
a)
ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b)
waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3
(tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
➢ ayat (2) menyatakan : Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
➢ ayat (3)
menyatakan : Ketentuan waktu kerja lembur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau
pekerjaan tertentu.
Pasal 85 :
➢ ayat
(1) menyatakan : Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
➢ ayat (2)
menyatakan : Pengusaha dapat
mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila
jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara
terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha.
➢ ayat (3) menyatakan : Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Sanksi diatur dalam Pasal
187 :
➢ ayat (1) menyatakan : Barang siapa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan Pasal 85
ayat (3), dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
➢ ayat (2)
menyatakan : Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Sanksi
diatur dalam Pasal 188 :
➢ ayat (1)
menyatakan : Barang siapa melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1), dikenakan sanksi pidana
denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
➢ ayat (2)
menyatakan :Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Tentang Hubungan Kerja Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003.
Pasal 60 :
➢ ayat (1) Menyatakan : Perjanjian
kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling
lama 3 (tiga) bulan.
➢ Ayat (2)
menyatakan : Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Tentang Hubungan Kerja (OutSourcing) Dalam PerMenNaKer No. 19
tahun 2012
Pasal 3 :
Ø ayat (1) Menyatakan : Perusahaan pemberi kerja dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima borongan,
Ø ayat (2) Menyatakan : Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada
perusahaan penerima pemborongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen
maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari
pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara
melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemberi
pekerjaan.
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan,
artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar
pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan
pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai
perundang-undangan; dan
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya
kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan
sebagaimana mestinya.
Pasal 17 : Persyaratan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
Ø Ayat (1) menyatakan :
perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian penyedia jasa
pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Ø Ayat (2) menyatakan : pekerjaan
yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi.
Ø Ayat (3) menyatakan :
kegiatan jasa penunjang yang sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi :
a. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service).
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering).
c. Usaha tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan).
d. Usaha jasa penunjang dipertambangan dan perminyakan; dan
e. Usaha penyedia angkutan bagi pekerja/buruh.
Tentang Serikat Pekerja/Buruh Dalam Undang-Undang No. 21
Tahun 2000.
Pasal 28 :
Siapapun
dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau
tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota
atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan
serikat pekerja/serikat buruh dengan cara :
a)
melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan
sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b)
tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c)
melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
d) melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat
buruh.
Sanksi diatur dalam Pasal 43 :
➢
ayat (1) menyatakan : Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
➢
ayat (2) menyatakan : Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak
pidana kejahatan.
Dan masih
banyak lagi hal lainnya yang berhubungan dengan hak-hak pekerja/buruh yang
diatur dalam Undang-Undang yang berlaku.
Ketika kita telah membaca uraian
diatas apakah hak-hak kita sebagai pekerja/buruh telah seluruhnya diberikan
oleh pengusaha ??? Jawabannya jelas belum, karena mayoritas pekerja/buruh di
negeri kita masih buta Hukum/Undang-Undang yang melindungi hak-hak kita sebagai
pekerja.
Melihat dari minimnya pemahaman Hukum/Undang-Undang pada pekerja/buruh dan
banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengusaha terhadap
pekerja/buruh, ini menjadi satu peluang bagi kita sesama pekerja/buruh untuk
membentuk sekolah-sekolah pekerja/buruh agar pekerja/buruh dapat memahami apa
saja yang menjadi hak-haknya dalam Hukum/Undang-Undang dengan mempersatukan
diri dan membangun organisasi/serikat pekerja/buruh yang besar, kuat, dan solid
dimana berfungsi untuk memperjuangkan hak-hak seluruh pekerja/buruh.
Kenapa pekerja/buruh harus berserikat ??? Karena, penindasan/perilaku
sewenang-wenang pengusahalah yang membuat kita pekerja/buruh harus
beroganisasi/berserikat, penindasan yang dilakukan oleh pengusaha tidaklah
mungkin dihadapi secara sendiri-sendiri oleh pekerja/buruh, karena posisinya
pasti tidak seimbang. Tetapi kalau pekerja/buruh berorganisasi/berserikat
posisinya akan semakin kuat dan solid, ibaratnya sapu lidi jika satu batang
akan sangat mudah dipatahkan, tetapi jika jumlahnya banyak dan terikat secara
rapih, lidi tersebut tidak akan mudah dipatahkan. Dan berorganisasi/berserikat
diizinkan oleh negara, bahkan telah diatur dalam Undang-Undang yang ada didalam
negeri ini, baik itu UUD 1945 pasal 28, UUK 13 Tahun 2003, maupun dalam
Undang-Undang tentang kebebasan berorganisasi/berserikat bagi pekerja/buruh
dalam UU 21 Tahun 2000.
Selamat Membaca….. !!!
“ Bersatu, Belajar, Berjuang bersama-sama untuk Sejahtera “
Rakyat Bersatu, Tak Bisa
DIKALAHKAN !!!
Buruh Berkuasa, Rakyat
Sejahtera !!!
*****
0 komentar:
Posting Komentar