Jumat, 11 April 2014

DISKUSI POLITIK MEMBEDAH PEMILU BORJUASI 2014

0 komentar
DISKUSI POLITIK
MEMBEDAH PEMILU BORJUASI 2014
Oleh : Restu Baskara

Pengantar
Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tidak terlepas dari aktivitas ekonomi dan politik. dalam pengertian secara sederhana, ekonomi =hasil, dan politik=cara. Jadi ekonomi tidak bisa dilepaskan dengan politik. Bagaimana bisa mendapatkan hasil yang maksimal, tentunya dengan cara yang bagus. Tentunya dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, memerlukan politik sebagai akses dalam mengelola dan mengisi bangsa dan negara. Politik yang berwujud sistem politik di Indonesia adalah parlementer dan Trias Politica. Di dalam sistem demokrasi politik, kita menganut sistem pemilihan yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali untuk menentukan legislatif (DPR) dan eksekutif (presiden). Dan ini harus dilakukan oleh alat politik (partai politik) sebagai wadah aspirasi dan perwakilan rakyat didalamnya dalam mencapai, mengisi dan melaksanakan kekuasaan. Dalam perjalanannya pemilu dari masa ke masa banyak mengalami dinamika dan dialektikanya. Dalam Manifesto Politik yang diputuskan oleh DPA pada tanggal 17 Agustus 1959 dikatakan bahwa  Indonesia harus mempertahankan sebagai sebuah negara kesatuan republik, bukan negara federal dan bukan negara republik kapitalis. Akan tetapi setelah Orde Baru sampai sekarang, kenyataannya adalah bahwa negara Indoensia menganut sistem ekonomi politik kapitalisme dan neoliberalisme. Apa bukti bahwa Indonesia menganut sistem ekopol kapitalisme :
1.       Secara ekonomi, Indonesia sudah meliberalkan sistem perekonomian nasional kepada investasi asing dan pemodal (kapitalis) dalam menguasai perekonomian di Indonesia sejak adanya UU PMA tahun 1967, dan ini menjadi UU pertama sejak Orde Baru yang dipimpin Soeharto awal berkuasa. Dan ini menyebabkan penguasaan perekonomian menjadi milik negara dan investor asing. Kedaulatan negara berada di tangan pemodal.
2.       Secara politik, Indonesia meringkas dan memangkas partai politik menjadi 3 partai untuk mempermudah mengontrol rakyat dan mengebiri demokrasi. Mengeluarkan regulasi yang pro terhadap kaum modal. fraksi buruh di DPR MPR dihapuskan. Adanya dwifungsi politik di kalangan militer dalam parlemen (DPR). Terdoktrin oleh plitik dari negara imperialis seperti Amerika, Inggris, dll. Dan rakyat terputus dari pendidikan politik dan aktivitas politik yang bebas dan mandiri sesuai dengan demokrasi.
3.       Secara ideologi, Indonesia melarang ideologi sosialisme dan komunisme. Padahal kita tahu bahwa dari dulu sampai sekarang ideologi sosialisme adalah anti tesa dari ideologi kapitalisme yang menindas rakyat Indonesia. Dan setelah Orde Baru ideologi digantikan oleh sistem kapitalisme dengan militerisme sebagai penjaganya.
4.       Secara hukum, banyak UU ataupun peraturan perundang-undangan yang diciptakan diperbarui dan diperbarui menggantikan UU yang lama. Tentunya hukum adalah produk politik. banyaknya pelanggaran hukum dan HAM di Indonesia.
5.       Secara budaya, budaya yang dianut adalah budaya yang liberal yang berkiblat ke Amerika dan negara kapitalis-imperialis lainnya. Sehingga mampu menghegemoni dan mengilusi rakyat Indonesia menjadi pribadi yang individualis dan kapitalis. Dan menjauhkan dari kolektivisme secara ekonomi politik negara.
6.       Secara organisasi, rakyat Indonesia dikekang dan dibelenggu dalam berorganisasi. Terbukti dengan adanya pembatasan organisasi baik ormas maupun orpol.
Lalu, dalam uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa kapitalisme menindas dan membelenggu di semua sektor.
Politik sekarang
Mengenai respon masyarakat soal politik dan pemilu 2014, maka kita harus belajar dari pengalaman paska reformasi sampai sekarang. Memang reformasi membawa perubahan, tapi  perubahan itu tidak mendasar dan sistemik. Apa yang bisa kita pelajari dari reformasi adalah bahwa reformasi tidak bisa membawa Indonesia pada perubahan sejati dan mendasar untuk mencapai kesejahteraan,keadilan dan kemakmuran rakyat. Reformasi hanya mengganti orang-orang lama dengan orang-orang baru yang masih juga mewarisi warisan Orde Baru baik dalam sistem negara, sistem ekopol dan watak / karakter individu. Bahwa sistem yang dipakai masih dalam dominasi kapitalisme dan neoliberalisme. Orang bisa berganti, presiden bisa berganti, tapi sistem yang dipakai adalah sistem yang lama dan justru malah bermetamorfosa sebagai sistem yang lebih liberal yang disebut neoliberalisme. Semua partai-partai politik yang ada sekarang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.       Partai politik hari ini adalah partai politik yang berisi sekumpulan orang-orang yang bermodal dan berduit, sehingga banyak dari kalangan pengusaha. Dan dalam kebijakannya pasti akan melindungi dan menguntungkan kepentingannya. Dan mayoritas orang-orang partai adalah orang-orang yang masih menganut warisan Orde Baru baik secara ekonomi politik yaitu sistem kapitalisme dan militerisme.
2.       Dengan konteks demokrasi liberal sekarang ini, maka ini akan dimanfaatkan oleh kapitalis dalam memanfaatkan dan mengilusi rakyat untuk membuat kejayaan kapitalisme yang sebenernya kapitalisme mengalami sebuah krisis dimana Indonesia menjadi harapan bagi negara-negara maju yang kapitalis. Dan pengusaha/ kapitalis ini pasti akan melobi dan menyuap anggota DPR dan pemerintah agar tunduk pada mekanisme pasar dan modal. tidak lagi tunduk pada amanah konstitusi dasar UUD dan yang paling penting adalah mengkhianati amanah rakyat.
3.       Partai politik juga sebagian dikuasai oleh golongan militerisme warisan orde Baru yang pro terhadap kapitalisme, dalam prakteknya selalu menakut-nakuti dan mengebiri demokrasi rakyat. Dan ini menjadi ancaman bagi Indonesia khususnya rakyat Indonesia yang akan dikekang dan dibelenggu. Bahkan ancamannya sampai kehilangan nyawa karena kekejaman militerisme. Menjadi penguasa yang otoriter dan tiran.
4.       Banyaknya kasus korupsi dan penyelewengan pejabat dan wakil rakyat di DPR yang ditunjukkan kepada masyarakat sehingga menjadi kecaman. Kader partai politik menjadi kapitalis birokrat.
5.       Partai politik tidak becus dalam melaksanakan tugasnya baik di legislatif dan eksekutif. Dalam tingkatan daerah misalnya tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat yang ada. Justru malah bersembunyi mencari aman, tidak mau bertanggung jawab atas penderitaan rakyat banyak yang tertindas. Contohnya adalah kasus JTT yang tidak ditanggapi oleh DPR / partai manapun.

Elektoral demokratis paska Orde Baru (1999, 2004 dan 2009) ditandai dengan angka Golput yang terus naik setiap periodenya dengan cukup signifikan. Data dari Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) pada tanggal 6 Februari, 2004, jumlah populasi yang punya hak pilih adalah 147.216.531 dari jumlah populasi 215.631.379. Tingkat abstensi terhadap PEMILU terus mengalami kenaikan signifikan sejak Orde Baru tumbang. Hasil pemilu 1999 menunjukkan tingkat abstensi 10,2%, lalu naik ke 22,9% pada tahun 2004. Pada pemilu 2009, Partai Demokratnya SBY tampil sebagai pemenang. Dengan KPU yang mendaftar 171 juta orang yang memiliki hak pilih tetapi hanya 105 juta suara yang terhitung, tingkat abstensi kali ini sangatlah besar, 38,6%.
Tapi dalam merespon tahun politik saat ini agaknya kita juga harus membaca dan menganalisa, dan membuat sikap dan program terhadap politik borjuasi. Ada politik populisme yang cukup menarik simpati rakyat terhadap salah satu tokoh ataupun partai. Di tengah keapatisan rakyat akan politik praksisnya, yang menganggap bahwa semua pejabat pemerintah ataupun partai yang korup. Rakyat yang merindukan sosok / figure yang bisa menjadi teladan dan berpihak kepada rakyat. Kita mungkin sepakat bahwa rezim ini harus digantikan oleh rezim yang berpihak kepada rakyat. Populisme mendera bangsa kita. Sosok seperti Jokowi yang dianggap cukup populis di mata rakyat yang menjadi harapan rakyat untuk memimpin Negara ini kedepannya, dengan bukti hasil polling masyarakat mengenai capres favorit. Walaupun memang dalam pandanganku, dia belum bisa menjadi panutan. Karena partai yang dibelakangnya adalah sebuah partai yang melegalkan UU Ketenagakerjaan pada tahun 2003 yang sangat merugikan kelas pekerja. Dimana saat itu juga Megawati sebagai presiden merangkul aparat militer pelanggar HAM seperti Sutiyoso dan SBY sebagai  gubernur dan Menteri. Ada juga partai peserta Pemilu yang baru bermunculan, seperti Hanura, Gerindra, dan PKPI. Partai yang dipelopori oleh jenderal-jenderal pelanggar HAM karena terindikasi kuat terlibat dalam peristiwa penculikan aktivis dan pelanggaran HAM lainnya. Mana ada partai yang membela kepentingan kaum buruh, seperti menuntut kenaikan upah buruh...??  Kalau tidak dengan gerakan buruh dan rakyat  itu sendiri yang menuntut , mana mau mereka-mereka yang duduk di DPR yang katanya adalah wakil rakyat akan merealisasikan itu. Di tengah system kapitalisme yang bersumber dari individualisme, telah mendera watak dan pemikiran orang-orang kebanyakan. Mereka-mereka yang maunya hanya enaknya sendiri, tidak mau melihat penderitaan rakyat yang seharusnya dihukum.
Di tengah demokrasi liberal seperti ini, yang menjadikan banyak orang pragmatis dan oportunis. Di tengah demokrasi yang belum selesai ini, gerakan rakyat masih terbelenggu oleh hukum dan kekuatan reaksioner. Sementara harga-harga sudah melambung tinggi. Daya beli masyarakat yang cukup rendah membuat adanya krisis. Krisis ekonomi , krisis politik, dan krisis demokrasi yang mendera negara ini. Krisis yang bersumber dari kapitalisme, telah membuat efek domino . Pengakuan akan demokrasi rakyat yang belum selesai dan tuntas yang mendera bangsa dan Negara ini. Digantikan oleh demokrasi yang kapitalis dan liberal. Dan momen politik pemilu 2014 ini akan terjadi banyaknya praktek-praktek politik kotor, seperti money politic. Rakyat memang belum mengerti sepenuhnya akan kesadaran politik dan tujuan politik yang sebenarnya. Karena seharusnya kita sadar, bahwa selama system penindasan (kapitalisme) itu ada, maka selama itu pula kita harus melawan dan beroposisi terhadap itu. Dan pemilu 2014 kali ini, masih didominasi oleh kekuatan borjuasi yang saling bersaing. Entah itu borjuasi dari militer,sipil, maupun pengusaha yang jelas masih mewarnai politik Indonesia. Pemilu 2014 hanya akan mereformasi struktural negara, bukan merubah sistem yang ada. Persaingan antara oligarki politik satu dengan yang lainnya, hanyalah permainan sandiwara. Sementara di balik itu para pemburu rente tengah melancarkan aksinya mendapatkan oportunity. Di balik partai-partai peserta Pemilu, ada dukungan modal dari beberapa negara dan korporasi besar. Karena dalam penentuan politik melalui Pemilu,hanya akan menentukan dari blok pemodal mana yang akan menang. Sementara perjanjian pembaharuan telah menanti, seperti kontrak karya migas di Kalimantan , Blok Cepu yang akan habis kontraknya. Dan ada ancaman bahwa negara kita akan menghadapi Orde Baru Jilid 2. Dengan adanya perubahan kurikulum pendidikan 2013, UU yang melancarkan arus modal dan stabilitas pertahanan dan keamanan seperti UU Intelijen, UU Ormas dll maka bisa jadi Indonesia akan kembali menjadi Orde Baru yang Paling Baru (Neo-Orba). Dari sisi hukum / konstitusi juga cacat, dikarenakan hasil gugatan yang diajukan Yusril dkk soal penyelenggaraan Pemilu tidak sah menurut putusan MK soal itu. Dan ini menjadi tidak mendasar diadakannya Pemilu 2014 secara hukum, karena konstitusi tidak memayungi penyelenggaraan Pemilu 2014. Maka dari itu sikap kita atas Pemilu 2014 adalah MENOLAK.
Apa Yang Harus Dilakukan dengan Menolak Pemilu 2014 ??
Tentunya dengan membuat alternative politik rakyat yang bersumber dari kekuatan massa rakyat tertindas seperti buruh, tani,nelayan,kaum miskin,mahasiswa progresif yang bersatu membentuk politik oposisi terhadap kelas penguasa yang borjuis. Sehingga terlihat jelas garis demarkasi antara kelas penindas yang berkuasa dengan kelas yang pro terhadap rakyat sejati. Tentunya ini bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat kondisi gerakan rakyatnya yang mendamba keadilan social dan sosialisme sebagai antitesa terhadap kapitalisme juga masih kecil. Dalam keadaan itu juga bukan berarti kita lemah dalam melakukan proses penyadaran,pengorganisiran dan penguatan. Justru karena momen Pemilu semakin dekat,seharusnya kita semakin massif dalam melakukan proses-proses itu tadi. Tentunya dengan niat dan tekad yang kuat. Konsistensi terhadap ideology pembebasan manusia menuju keadilan social yang sejati. Dalam membuat politik alternatif itu ada tahapan-tahapannya, yaitu sebagai berikut :
1.       Proses penyadaran, proses ini bisa dilakukan dengan mengadakan diskusi politik,pendidikan politik, agitasi politik dan propaganda politik. Propaganda politik seperti pembuatan selebaran,buletin,koran,pamflet dll. Dan ini dilakukan di basis ormas yang ada dan masyarakat umum.
2.       Proses  membangun kepemimpinan revolusioner. Mari berkaca dari praktik apa yang sudah kita lakukan sejauh ini untuk mempersiapkan prasyaratNYA : disiplin baja, analisa situasi secara cermat, strategi-taktik yang tepat, serta kesabaran. Gerakan harus mampu menjernihkan sikap dari pilihan-pilihan reformisme yang menjangkiti pemikiran beberapa gerakan buruh maupun intelektual. Menebarkan keyakinan bahwa revolusi hanya dapat dicapai dengan prinsip demarkasi tegas menolak kolaborasi politik elit borjuasi. Pengorganisiran buruh dan kaum muda harus terus dilakukan. Gagasan revolusioner harus terus disebarkan kepada massa luas, seluas-luasnya agar tidak terjadi keraguan dari gerakan, tentang jalan revolusi sejati. Jika kita tidak belajar dari kesalahan dan tindakan-tindakan yang tidak disiplin bahkan termutasi dari pokok perjuangan kelas, maka akan makin panjang perjuangan pembebasan.
3.       Membangun alat politik kelas. Alat politik kelas yang dimaksud adalah partai yang didalamnya berbasiskan kelas rakyat tertindas seperti buruh, tani, KMK, pemuda. Dan golongan kelas itu menjadi kader partai sehingga banyak kader partai itu yang mempunyai kantung-kantung massa yang bisa dipengaruhi. Dan alat politik ini mempunyai ideologi yang jelas yaitu pembebasan manusia atas penindasan.


0 komentar:

FPBI

FPBI