DISKUSI POLITIK
MEMBEDAH PEMILU BORJUASI 2014
Oleh : Restu
Baskara
Pengantar
Dalam kehidupan di dunia ini,
manusia tidak terlepas dari aktivitas ekonomi dan politik. dalam pengertian
secara sederhana, ekonomi =hasil, dan politik=cara. Jadi ekonomi tidak bisa
dilepaskan dengan politik. Bagaimana bisa mendapatkan hasil yang maksimal,
tentunya dengan cara yang bagus. Tentunya dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara, memerlukan politik sebagai akses dalam mengelola dan mengisi bangsa
dan negara. Politik yang berwujud sistem politik di Indonesia adalah
parlementer dan Trias Politica. Di dalam sistem demokrasi politik, kita
menganut sistem pemilihan yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali untuk
menentukan legislatif (DPR) dan eksekutif (presiden). Dan ini harus dilakukan
oleh alat politik (partai politik) sebagai wadah aspirasi dan perwakilan rakyat
didalamnya dalam mencapai, mengisi dan melaksanakan kekuasaan. Dalam
perjalanannya pemilu dari masa ke masa banyak mengalami dinamika dan
dialektikanya. Dalam Manifesto Politik yang diputuskan oleh DPA pada tanggal 17
Agustus 1959 dikatakan bahwa Indonesia
harus mempertahankan sebagai sebuah negara kesatuan republik, bukan negara
federal dan bukan negara republik kapitalis. Akan tetapi setelah Orde Baru
sampai sekarang, kenyataannya adalah bahwa negara Indoensia menganut sistem
ekonomi politik kapitalisme dan neoliberalisme. Apa bukti bahwa Indonesia
menganut sistem ekopol kapitalisme :
1. Secara
ekonomi, Indonesia sudah meliberalkan sistem perekonomian nasional kepada
investasi asing dan pemodal (kapitalis) dalam menguasai perekonomian di Indonesia
sejak adanya UU PMA tahun 1967, dan ini menjadi UU pertama sejak Orde Baru yang
dipimpin Soeharto awal berkuasa. Dan ini menyebabkan penguasaan perekonomian
menjadi milik negara dan investor asing. Kedaulatan negara berada di tangan
pemodal.
2. Secara
politik, Indonesia meringkas dan memangkas partai politik menjadi 3 partai
untuk mempermudah mengontrol rakyat dan mengebiri demokrasi. Mengeluarkan
regulasi yang pro terhadap kaum modal. fraksi buruh di DPR MPR dihapuskan.
Adanya dwifungsi politik di kalangan militer dalam parlemen (DPR). Terdoktrin
oleh plitik dari negara imperialis seperti Amerika, Inggris, dll. Dan rakyat
terputus dari pendidikan politik dan aktivitas politik yang bebas dan mandiri
sesuai dengan demokrasi.
3. Secara
ideologi, Indonesia melarang ideologi sosialisme dan komunisme. Padahal kita
tahu bahwa dari dulu sampai sekarang ideologi sosialisme adalah anti tesa dari
ideologi kapitalisme yang menindas rakyat Indonesia. Dan setelah Orde Baru
ideologi digantikan oleh sistem kapitalisme dengan militerisme sebagai
penjaganya.
4. Secara
hukum, banyak UU ataupun peraturan perundang-undangan yang diciptakan
diperbarui dan diperbarui menggantikan UU yang lama. Tentunya hukum adalah
produk politik. banyaknya pelanggaran hukum dan HAM di Indonesia.
5. Secara
budaya, budaya yang dianut adalah budaya yang liberal yang berkiblat ke Amerika
dan negara kapitalis-imperialis lainnya. Sehingga mampu menghegemoni dan
mengilusi rakyat Indonesia menjadi pribadi yang individualis dan kapitalis. Dan
menjauhkan dari kolektivisme secara ekonomi politik negara.
6. Secara
organisasi, rakyat Indonesia dikekang dan dibelenggu dalam berorganisasi.
Terbukti dengan adanya pembatasan organisasi baik ormas maupun orpol.
Lalu, dalam uraian singkat di
atas dapat disimpulkan bahwa kapitalisme menindas dan membelenggu di semua
sektor.
Politik sekarang
Mengenai respon masyarakat soal
politik dan pemilu 2014, maka kita harus belajar dari pengalaman paska
reformasi sampai sekarang. Memang reformasi membawa perubahan, tapi perubahan itu tidak mendasar dan sistemik.
Apa yang bisa kita pelajari dari reformasi adalah bahwa reformasi tidak bisa
membawa Indonesia pada perubahan sejati dan mendasar untuk mencapai
kesejahteraan,keadilan dan kemakmuran rakyat. Reformasi hanya mengganti
orang-orang lama dengan orang-orang baru yang masih juga mewarisi warisan Orde
Baru baik dalam sistem negara, sistem ekopol dan watak / karakter individu.
Bahwa sistem yang dipakai masih dalam dominasi kapitalisme dan neoliberalisme.
Orang bisa berganti, presiden bisa berganti, tapi sistem yang dipakai adalah
sistem yang lama dan justru malah bermetamorfosa sebagai sistem yang lebih
liberal yang disebut neoliberalisme. Semua partai-partai politik yang ada
sekarang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Partai
politik hari ini adalah partai politik yang berisi sekumpulan orang-orang yang
bermodal dan berduit, sehingga banyak dari kalangan pengusaha. Dan dalam
kebijakannya pasti akan melindungi dan menguntungkan kepentingannya. Dan
mayoritas orang-orang partai adalah orang-orang yang masih menganut warisan
Orde Baru baik secara ekonomi politik yaitu sistem kapitalisme dan militerisme.
2. Dengan
konteks demokrasi liberal sekarang ini, maka ini akan dimanfaatkan oleh
kapitalis dalam memanfaatkan dan mengilusi rakyat untuk membuat kejayaan
kapitalisme yang sebenernya kapitalisme mengalami sebuah krisis dimana
Indonesia menjadi harapan bagi negara-negara maju yang kapitalis. Dan
pengusaha/ kapitalis ini pasti akan melobi dan menyuap anggota DPR dan
pemerintah agar tunduk pada mekanisme pasar dan modal. tidak lagi tunduk pada
amanah konstitusi dasar UUD dan yang paling penting adalah mengkhianati amanah
rakyat.
3. Partai
politik juga sebagian dikuasai oleh golongan militerisme warisan orde Baru yang
pro terhadap kapitalisme, dalam prakteknya selalu menakut-nakuti dan mengebiri
demokrasi rakyat. Dan ini menjadi ancaman bagi Indonesia khususnya rakyat
Indonesia yang akan dikekang dan dibelenggu. Bahkan ancamannya sampai
kehilangan nyawa karena kekejaman militerisme. Menjadi penguasa yang otoriter
dan tiran.
4. Banyaknya
kasus korupsi dan penyelewengan pejabat dan wakil rakyat di DPR yang
ditunjukkan kepada masyarakat sehingga menjadi kecaman. Kader partai politik
menjadi kapitalis birokrat.
5. Partai
politik tidak becus dalam melaksanakan tugasnya baik di legislatif dan
eksekutif. Dalam tingkatan daerah misalnya tidak bisa menyelesaikan
persoalan-persoalan rakyat yang ada. Justru malah bersembunyi mencari aman,
tidak mau bertanggung jawab atas penderitaan rakyat banyak yang tertindas.
Contohnya adalah kasus JTT yang tidak ditanggapi oleh DPR / partai manapun.
Elektoral demokratis paska Orde
Baru (1999, 2004 dan 2009) ditandai dengan angka Golput yang terus naik setiap
periodenya dengan cukup signifikan. Data dari Badan Pusat Statistik
(www.bps.go.id) pada tanggal 6 Februari, 2004, jumlah populasi yang punya hak
pilih adalah 147.216.531 dari jumlah populasi 215.631.379. Tingkat abstensi
terhadap PEMILU terus mengalami kenaikan signifikan sejak Orde Baru tumbang. Hasil
pemilu 1999 menunjukkan tingkat abstensi 10,2%, lalu naik ke 22,9% pada tahun
2004. Pada pemilu 2009, Partai Demokratnya SBY tampil sebagai pemenang. Dengan
KPU yang mendaftar 171 juta orang yang memiliki hak pilih tetapi hanya 105 juta
suara yang terhitung, tingkat abstensi kali ini sangatlah besar, 38,6%.
Tapi dalam merespon tahun politik
saat ini agaknya kita juga harus membaca dan menganalisa, dan membuat sikap dan
program terhadap politik borjuasi. Ada politik populisme yang cukup menarik
simpati rakyat terhadap salah satu tokoh ataupun partai. Di tengah keapatisan
rakyat akan politik praksisnya, yang menganggap bahwa semua pejabat pemerintah
ataupun partai yang korup. Rakyat yang merindukan sosok / figure yang bisa
menjadi teladan dan berpihak kepada rakyat. Kita mungkin sepakat bahwa rezim
ini harus digantikan oleh rezim yang berpihak kepada rakyat. Populisme mendera
bangsa kita. Sosok seperti Jokowi yang dianggap cukup populis di mata rakyat
yang menjadi harapan rakyat untuk memimpin Negara ini kedepannya, dengan bukti
hasil polling masyarakat mengenai capres favorit. Walaupun memang dalam
pandanganku, dia belum bisa menjadi panutan. Karena partai yang dibelakangnya
adalah sebuah partai yang melegalkan UU Ketenagakerjaan pada tahun 2003 yang
sangat merugikan kelas pekerja. Dimana saat itu juga Megawati sebagai presiden
merangkul aparat militer pelanggar HAM seperti Sutiyoso dan SBY sebagai gubernur dan Menteri. Ada juga partai peserta
Pemilu yang baru bermunculan, seperti Hanura, Gerindra, dan PKPI. Partai yang
dipelopori oleh jenderal-jenderal pelanggar HAM karena terindikasi kuat
terlibat dalam peristiwa penculikan aktivis dan pelanggaran HAM lainnya. Mana
ada partai yang membela kepentingan kaum buruh, seperti menuntut kenaikan upah
buruh...?? Kalau tidak dengan gerakan
buruh dan rakyat itu sendiri yang
menuntut , mana mau mereka-mereka yang duduk di DPR yang katanya adalah wakil
rakyat akan merealisasikan itu. Di tengah system kapitalisme yang bersumber
dari individualisme, telah mendera watak dan pemikiran orang-orang kebanyakan.
Mereka-mereka yang maunya hanya enaknya sendiri, tidak mau melihat penderitaan
rakyat yang seharusnya dihukum.
Di tengah demokrasi liberal
seperti ini, yang menjadikan banyak orang pragmatis dan oportunis. Di tengah
demokrasi yang belum selesai ini, gerakan rakyat masih terbelenggu oleh hukum
dan kekuatan reaksioner. Sementara harga-harga sudah melambung tinggi. Daya
beli masyarakat yang cukup rendah membuat adanya krisis. Krisis ekonomi ,
krisis politik, dan krisis demokrasi yang mendera negara ini. Krisis yang
bersumber dari kapitalisme, telah membuat efek domino . Pengakuan akan
demokrasi rakyat yang belum selesai dan tuntas yang mendera bangsa dan Negara
ini. Digantikan oleh demokrasi yang kapitalis dan liberal. Dan momen politik
pemilu 2014 ini akan terjadi banyaknya praktek-praktek politik kotor, seperti
money politic. Rakyat memang belum mengerti sepenuhnya akan kesadaran politik
dan tujuan politik yang sebenarnya. Karena seharusnya kita sadar, bahwa selama
system penindasan (kapitalisme) itu ada, maka selama itu pula kita harus
melawan dan beroposisi terhadap itu. Dan pemilu 2014 kali ini, masih didominasi
oleh kekuatan borjuasi yang saling bersaing. Entah itu borjuasi dari
militer,sipil, maupun pengusaha yang jelas masih mewarnai politik Indonesia.
Pemilu 2014 hanya akan mereformasi struktural negara, bukan merubah sistem yang
ada. Persaingan antara oligarki politik satu dengan yang lainnya, hanyalah
permainan sandiwara. Sementara di balik itu para pemburu rente tengah
melancarkan aksinya mendapatkan oportunity. Di balik partai-partai peserta
Pemilu, ada dukungan modal dari beberapa negara dan korporasi besar. Karena
dalam penentuan politik melalui Pemilu,hanya akan menentukan dari blok pemodal
mana yang akan menang. Sementara perjanjian pembaharuan telah menanti, seperti
kontrak karya migas di Kalimantan , Blok Cepu yang akan habis kontraknya. Dan
ada ancaman bahwa negara kita akan menghadapi Orde Baru Jilid 2. Dengan adanya
perubahan kurikulum pendidikan 2013, UU yang melancarkan arus modal dan stabilitas
pertahanan dan keamanan seperti UU Intelijen, UU Ormas dll maka bisa jadi
Indonesia akan kembali menjadi Orde Baru yang Paling Baru (Neo-Orba). Dari sisi
hukum / konstitusi juga cacat, dikarenakan hasil gugatan yang diajukan Yusril
dkk soal penyelenggaraan Pemilu tidak sah menurut putusan MK soal itu. Dan ini
menjadi tidak mendasar diadakannya Pemilu 2014 secara hukum, karena konstitusi
tidak memayungi penyelenggaraan Pemilu 2014. Maka dari itu sikap kita atas
Pemilu 2014 adalah MENOLAK.
Apa Yang Harus Dilakukan dengan
Menolak Pemilu 2014 ??
Tentunya dengan membuat
alternative politik rakyat yang bersumber dari kekuatan massa rakyat tertindas
seperti buruh, tani,nelayan,kaum miskin,mahasiswa progresif yang bersatu
membentuk politik oposisi terhadap kelas penguasa yang borjuis. Sehingga
terlihat jelas garis demarkasi antara kelas penindas yang berkuasa dengan kelas
yang pro terhadap rakyat sejati. Tentunya ini bukanlah pekerjaan yang mudah,
mengingat kondisi gerakan rakyatnya yang mendamba keadilan social dan
sosialisme sebagai antitesa terhadap kapitalisme juga masih kecil. Dalam
keadaan itu juga bukan berarti kita lemah dalam melakukan proses
penyadaran,pengorganisiran dan penguatan. Justru karena momen Pemilu semakin
dekat,seharusnya kita semakin massif dalam melakukan proses-proses itu tadi.
Tentunya dengan niat dan tekad yang kuat. Konsistensi terhadap ideology
pembebasan manusia menuju keadilan social yang sejati. Dalam membuat politik
alternatif itu ada tahapan-tahapannya, yaitu sebagai berikut :
1. Proses
penyadaran, proses ini bisa dilakukan dengan mengadakan diskusi
politik,pendidikan politik, agitasi politik dan propaganda politik. Propaganda
politik seperti pembuatan selebaran,buletin,koran,pamflet dll. Dan ini
dilakukan di basis ormas yang ada dan masyarakat umum.
2. Proses membangun kepemimpinan revolusioner. Mari
berkaca dari praktik apa yang sudah kita lakukan sejauh ini untuk mempersiapkan
prasyaratNYA : disiplin baja, analisa situasi secara cermat, strategi-taktik
yang tepat, serta kesabaran. Gerakan harus mampu menjernihkan sikap dari
pilihan-pilihan reformisme yang menjangkiti pemikiran beberapa gerakan buruh
maupun intelektual. Menebarkan keyakinan bahwa revolusi hanya dapat dicapai
dengan prinsip demarkasi tegas menolak kolaborasi politik elit borjuasi.
Pengorganisiran buruh dan kaum muda harus terus dilakukan. Gagasan revolusioner
harus terus disebarkan kepada massa luas, seluas-luasnya agar tidak terjadi
keraguan dari gerakan, tentang jalan revolusi sejati. Jika kita tidak belajar
dari kesalahan dan tindakan-tindakan yang tidak disiplin bahkan termutasi dari
pokok perjuangan kelas, maka akan makin panjang perjuangan pembebasan.
3. Membangun
alat politik kelas. Alat politik kelas yang dimaksud adalah partai yang
didalamnya berbasiskan kelas rakyat tertindas seperti buruh, tani, KMK, pemuda.
Dan golongan kelas itu menjadi kader partai sehingga banyak kader partai itu
yang mempunyai kantung-kantung massa yang bisa dipengaruhi. Dan alat politik
ini mempunyai ideologi yang jelas yaitu pembebasan manusia atas penindasan.
0 komentar:
Posting Komentar