1. Sejarah perusahaan PT.
Jogja Tugu Trans
PT. Jogja Tugu Trans adalah perusahaan konsorsium dari
5 (lima) koperasi angkutan perkotaan DIY, yaitu KOPATA, ASPADA, PUSKOPKAR (div.
angkutan perkotaan DIY), Kop. PEMUDA, DAMRI (div. bus kota Yogyakarta). Berdiri
dengan Akta No : 12 / 2 Juni 2007 merupakan operator bus Trans Jogja, menurut
Kesepakatan Bersama Nomor : 18/KES.BER/GUB/2007 yang telah ditandatangani pada
tanggal 21 Agustus 2007 antara Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Gubernur
DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X) dengan PT. Jogja Tugu Trans (Direktur Utama,
Poerwanto Johan Riyadi).
Pada tanggal 29 Desember 2007, DPRD merancang Rancangan MoU dengan nomor
surat Nomor : 53/K/DPRD/2007 , setelah mendapat draft system tentang
Pengelolaan Sistem Pelayanan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum
Wilayah Perkotaan dengan “ Buy The Service System ”. Memorandum of
Understanding (MoU) Nomor : 4/PERJ/GUB/II/2008 | Nomor : 31/JTT/II-2008,
sebagai sebuah perjanjian kerja sama tentang Pengelolaan Sistem Pelayanan
Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum Wilayah Perkotaan dengan Sistem Buy The Service antara Pemerintah DIY
dengan PT. Jogja Tugu Trans akhirnya ditandatangani dan disahkan pada hari Rabu
tanggal 06 Februari 2008 di Yogyakarta oleh Gubernur DIY. Setelah itu maka
beroperasilah bus Trans Jogja.
Dinas perhubungan berperan sebagai regulator (pembuat
aturan) teknis dan rute perjalanan bus
Trans Jogja yang dimuat dalam MOU, dan pelaksanaan pengadaan shelter bus trans
jogja. Dan sebagai unit pelayanan teknis daerah (UPTD) Trans Jogja sebagai
instansi pemerintah yang membawahi pengelolaan Trans Jogja. Semenjak MoU
disahkan, maka mulailah proses pengelolaan Trans Jogja. Dishub juga bertanggung
jawab atas pengadaan,pelayanan,perbaikan langsung dari Shelter Trans Jogja. Dan
juga pernah membawahi langsung perekrutan
pekerja dan hubungan produksi di shelter (penjaga tiket).
2. Sejarah perjuangan SP PC PT.
JTT (Serikat Pekerja Paguyuban Crew PT. Jogja Tugu Trans)
Pekerja mendirikan dan
mendeklarasikan paguyuban crew PT. Jogja Tugu Trans pada tanggal 20 Agustus
2010 yang kemudian setelah itu diresmikan dan dicatatkan sebagai serikat pekerja pada tanggal 17 Desember 2011
bersama teman-teman dari Jaringan Buruh Jogja (JBJ) yang sekarang menjadi
Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI). Dalam melakukan persatuan dan
perjuangan rakyat teman-teman dari SP PT. JTT ini juga beraliansi strategis
dengan kawan-kawan mahasiswa dari organisasi
Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Cabang Yogyakarta dan Persatuan
Perjuangan Indonesia (PPI) dengan membentuk aliansi bernama Komite Perjuangan Rakyat Yogyakarta (KPRY).
Dalam perjalanan perjuangan SP PT.
JTT ini telah banyak melakukan pengadvokasian kasus hak normative perburuhan
yang belum diberikan oleh perusahaan seperti penuntutan THR, Tunjangan Hari Tua
(THT), JAMSOSTEK, upah, dan membela buruh perempuan yang dikeluarkan karena
hamil. Dan sampai taraf itu relative berhasil dan dimenangkan oleh serikat
pekerja. Sampai kemudian juga pernah menuntut penggulingan jajaran manajemen (Dirut) PT. JTT pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). SP
mengadakan aksi karena Manajemen menyunat gaji pekerja dan penyalahgunaan APBD
bersama Dinas Perhubungan (Kepala Dishub), yang sekarang ditahan di Kejaksaan
Tinggi Yogyakarta setelah dilakukannya audit oleh BPK. Semenjak akhir tahun
2012 ( November) setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), struktur manajemen
diganti baru dengan dikepalai oleh Bambang sebagai Direktur Utama. Dalam
perjalanan manajemen baru ini justru malah lebih kejam dan otoriter dari
manajemen lama. Dari mulai mencoba mengendalikan serikat pekerja dengan intrik
dan kompromi yang dilakukan manajemen kepada pengurus serikat pekerja sampai
adanya pemecatan pekerja secara sepihak (PHK sepihak). Dan terjadinya perbedaan
pendapat diantara para pekerja sendiri dikarenakan Ketua dan Sekjendnya telah berpihak
kepada manajemen. Dan ini berdampak pada anggota dibawahnya. Dan ini yang
menyebabkan ketidaksolidan pekerja dalam serikat pekerja sampai sekarang.
3. Kronologis
Kasus
Kasus PHK
sepihak oleh menejemen PT JTT ini sesungguhnya berawal dari perjuangan pengurus
serikat pekerja PT JTT tentang hak-hak normatif pekerja, khususnya persoalan
gaji yang tidak dibayarkan sesuai ketentuan dan tuntutan karyawan kontrak yang
sudah bekerja lebih dari 3 tahun diangkat menjadi karyawan tetap yaitu pada
tanggal sekitar pertengahan Mei 2013 serikat pekerja sebenarnya telah melakukan
audiensi dengan Komisi C DPRD DIY. Namun lagi-lagi, dalam pertemuan itu tidak
ada solusi konkrit terhadap berbagai persoalan yang membelit menejemen PT JTT.
Selama ini gaji karyawan PT JTT tidak dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam MoU (perjanjian kerjasama antara Pemerintah Daerah DIY dengan
PT JTT). Sebagai contoh, gaji pokok pramudi di Biaya Operasional Kendaraan
(BOK) berdasarkan MoU disebutkan Rp.2.339.247 namun yang diterima hanya Rp.
1.554.000, sementara gaji pokok pramugara di BOK sejumlah Rp. 1.939.247 hanya
diterima Rp. 1.154.000,-. Artinya ada penyunatan gaji oleh manajemen PT. JTT.
Penggelapan uang ini dilakukan semenjak 2008.
Dan
status pekerja masih kontrak (PKWT) selama 5 tahun secara terus menerus dan
para pekerja ini bekerja pada bagian inti dan strategis. Dan setelah audiensi
di DPRD yang tidak menemui hasil, maka para pekerja sepakat untuk mengadakan
mogok. Dalam rapat internal Serikat Pekerja sepakat untuk mengadakan mogok sah
pada akhir Mei. Tapi dalam perkembangannya Ketua dan Sekjend Serikat pekerja
malah dirangkul oleh manajemen perusahaan dan akhirnya tidak mau melaksanakan
keputusan serikat yang akan mengadakan mogok. Dan ini menimbulkan kekecewaan
pengurus dan anggota yang masih konsisten dalam garis perjuangan. Setelah itu manajemen
perusahaan malah memPHK sepihak 2 orang pekerja yang juga anggota serikat
pekerja. Dan pada tanggal 1 Juli 2013 Sdr. Rima Pamungkas yang sudah bekerja
dari 2008 (pramugara bus) diPHK. Menyusul kemudian pada tanggal 15 Juli 2013
Sdr. Arsiko Aldebarant (pramudi bus) juga diPHK sepihak dengan masa kerja juga
dari 2008 terus menerus tanpa henti.
Upaya
hukum (litigasi) yang ditempuh sudah
melakukan bipartite dengan perusahaan, tripartite (mediasi di Kemenkum HAM dan
Disnaker) dan upaya Non Litigasi dengan melakukan penekanan massa dengan aksi massa bersama di Kemenkum HAM dan
Disnaker. Untuk surat rekomendasi dari Kemenkum HAM sebagai hasil dari mediasi
belum keluar. Dan sampai akhirnya keluar
anjuran sebagai hasil dari mediasi dari Disnaker pada tanggal 30 Agustus 2013
yang menyatakan memenuhi tuntutan pekerja mengenai PHK dan status kerja. Dan
sampai perkembangan terakhir ini para pekerja
banyak intimidasi dari manajemen dan mendapat surat peringatan (SP 1 dan
2) sebanyak 6 orang dengan alasan yang mengada-ada, seperti alasannya tidak
ikut briefing perusahaan, pengondisian dll. Ini mengindikasikan bahwa manajemen
perusahaan bertindak sewenang-wenang dan tidak berdasar pada hukum yang ada.
Belum
lama ini 3 orang sudah diputus kontrak yaitu Mbak Krisni, Mbak Rina, Mas
Paisar. Sekitar awal September mereka mendapat surat pemberian jed atas
habisnya PKWT. Mereka diberikan jeda 1 bulan untuk melamar lagi ke perusahaan
dan kontaknya mulai dari nol / awal. Dan kabar terbaru sebanyak 23 pekerja
dinonjobkan dari pekerjaannya Dikarenakan aksi mogok pada tanggal 13 September
2013 di kantor Gubernur dan DPRD DIY. Mereka disuruh tidak bekerja tetapi harus
hadir di perusahaan selama sebulan disertai dengan brifing dan intimidasi oleh
manajemen PT. JTT. Bahkan Direktur Utama PT. JTT akan mengancam memPHK pekerja
jika pekerja masih menuntut status karyawan tetap. Dan terakhir ada satu orang
lagi dari 23 orang itu yang diPHK karena habis kontrak yaitu Mas Edot.
0 komentar:
Posting Komentar